Tata cara wudhu bagi wanita berjilbab

Wanita diperbolehkan membasuh kerudungya saat berwudhu.

Republika/ Tahta Aidilla

Ketentuan Berwudhu untuk Wanita Saat di Luar Rumah. Foto: Berwudhu/Ilustrasi

Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Thaharah atau membersihkan diri merupakan hal yang memiliki kedudukan utama dalam Islam. Kegiatan bersuci wajib dilakukan oleh seorang umat muslim saat hendak melakukan ibadah seperti shalat atau membaca Alquran.

Bagi seseorang yang telah memahami dan menjalankan dengan baik maka ibadahnya akan berjalan dengan lebih baik. Bagi yang belum paham, maka ia harus terus belajar atau ibadahnya bisa jadi tidak sah.

Baca Juga

Salah satu jenis thaharah yang wajib dilakukan oleh umat saat akan menunaikan shalat adalah berwudhu. Kewajiban untuk berwudhu ditetapkan dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 6, "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. Dan jika kamu junub, maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih). Sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur."

Adapun dalam berwudhu baik muslim maupun muslimah cara dan urutannya sama. Namun bagi muslimah jika berada di luar atau saat bepergian memerlukan beberapa perhatian khusus dikhawatirkan saat membersihkan diri auratnya terlihat.

Tata cara berwudhu yang diajarkan oleh Rasulullah SAW yang pertama adalah menghadirkan niat. Segala ibadah yang dilakukan tentu hanya diniatkan untuk ibadah kepada Allah SWT. Setelah niat dilanjutkan dengan membaca Bismillah.

Cara ketiga yaitu membasuh telapak tangan sebanyak tiga kali. Dilanjutkan dengan berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung lalu membersitkannya, lalu membasuh muka sebanyak tiga kali. Setelah itu membasuh tangan kanan hingga ke siku tiga kali baru pindah ke tangan kiri sebanyak tiga kali juga. Kemudian mengusap kepala dan membasuh kaki kanan hingga mata kaki tiga kali dan terakhir membasuh kaki kiri dengan cara yang sama.Utsman sendiri pernah berkata perihal tata cara berwudhu ini. Ia menyebut, "Saya melihat Rasulullah saw. berwudhu seperti wudhuku ini dan Rasulullah saw. bersabda, 'Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian shalat dua rakaat, maka akan diampuni dosanya'."

Dalam membasuh kepala, yang dimaksud adalah kepala secara keseluruhan bukan rambut dengan batas hingga tengkuk. Adapun berdasarkan riwayat-riwayat tentang cara mengusap kepala ada tiga jenis.

Jenis pertama mengusap seluruh kepala seperti yang umum dilakukan Nabi dan sahabat Utsman bin Affan. Abdullah bin Zaid pernah menceritakan tata cara wudhu Nabi, "Beliau mulai dari depan kemudian ke belakang. Beliau mulai dari bagian depan tumbuhnya rambut, kemudian beliau tarik kedua tangannya ke tengkuknya, lalu beliau kembalikan kedua tangannya ke tempat semua (bagian depan kepala yang ditumbuhi rambut)."Kedua yaitu mengusap jambul kemudian dilanjutkan mengusap serban sampai ke tengkuk. Berdasarkan riwayat dari Al-Mughirah bin Syu’bah, Nabi berwudhu, kemudian beliau mengusap jambul kepala beliau dan serbannya, lalu mengusap sepatu.Terakhir yakni mengusap serban saja tanpa ada bagian rambut yang basah. Berdasarkan riwayat dari Amr bin Umayah dalam HR Bukhari, beliau melihat Nabi mengusap serban beliau dan sepatu beliau (ketika berwudhu). Hal yang sama juga pernah dilakukan oleh Ummu Salamah. istri Nabi, bahwa beliau berwudhu dan mengusap kerudungnya.Bagi wanita muslimah yang menggunakan jilbab dan hendak berwudhu di tempat umum, perihal membasahi kepala ini menjadi perbincangan. Bila berpatokan dalam hadist di atas, muslimah boleh hanya mengusap bagian atas jilbabnya. Namun hal ini harus memenuhi dua syarat, menutupi seluruh bagian kepala dan terdapat kesulitan untuk melepaskannya.Ibnu Mundzir rahimahullah dalam Al-Mughni mengatakan, "Adapun kain penutup kepala wanita (kerudung) maka boleh mengusapnya karena Ummu Salamah sering mengusap kerudungnya."Alternatif lain yang bisa dilakukan oleh muslimah agar merasa nyaman dalam berwudhu yakni dengan wudhu di kamar mandi. Sebagian orang merasa khawatir dan ragu-ragu, bila wudhu di kamar mandi wudhunya tidak sah, karena kamar mandi merupakan tempat yang biasa digunakan untuk buang hajat, sehingga kemungkinan besar terdapat najis di dalamnya. Wudhu di kamar mandi hukumnya boleh, asalkan tidak dikhawatirkan terkena atau terpercik najis yang mungkin ada di kamar mandi.

Terdapat sebuah kaidah yang menyebutkan, "Sesuatu yang yakin tidak bisa hilang dengan keraguan." Keragu-raguan atau kekhawatiran akan terkena najis tidak dijadikan dasar tidak bolehnya wudhu di kamar mandi. Kecuali jika benar-benar yakin, jika wudhu di kamar mandi kita akan terkena atau terpeciki najis. Jika kita telah memastikan bahwa lantai kamar mandi bersih dari najis, dan yakin tidak akan terkena maupun terperciki najis, maka insya Allah tak mengapa wudhu di kamar mandi. Salah satu cara meyakinkan jika tidak akan terkena najid di kamar mandi adalah dengan disiram hingga dirasa bersih.

Republika/ Tahta Aidilla

Berwudhu/Ilustrasi

Rep: A Syalaby Ichsan Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --

Berwudhu merupakan salah satu syarat sah shalat. Membersihkan bagian-bagian tubuh seperti yang diperintahkan oleh Alquran membuat Muslim suci sebelum menghadap Rabb-nya. Tidak terkecuali bagi perempuan yang terkena kewajiban melakukan wudhu sebelum shalat.  Secara khusus, Allah SWT pun berfirman mengenai tata cara wudhu. "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu telah akan mengerjakan shalat maka basuhlah muka kamu dan tangan kamu sampai siku dan sapulah kepala kamu dan kaki-kaki kamu sampai dengan kedua mata kaki." (QS al-Maidah: 6). Mengusap sebagian kepala adalah salah satu rukun wudhu. Hanya, adakalanya perempuan berhijab yang mengusap jilbab atau kerudung sebagai ganti mengusap rambutnya. Ustazah Aini Aryani dari Rumah Fiqih menjelaskan, ada sedikit perbedaan pendapat dari para ulama tentang hal ini.  Mayoritas ulama fikih berpendapat bahwa mengusap kerudung saja tidak akan cukup memenuhi rukun wudhu jika tidak disertai basahnya sebagian rambut atau kulit kepala. Mayoritas ulama mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan salah satu riwayat dari mazhab Hambali mengatakan, Muslimah tidak boleh sekadar mengusap atas kerudungnya tanpa mengusap atau membasahi rambut atau sebagian kepalanya secara langsung. Menurut ulama mazhab Maliki, jika kerudung di atas kepala itu tipis sehingga air menembus rambut saat si wanita ini mengusap bagian atas kerudungnya, wudhunya tetap sah. Namun, tidak sah jika tidak ada air yang menembus kerudung dan membasahi sebagian kepala. Ustazah Aini pun menjelaskan, beberapa alasan jumhur ulama yang melarang perempuan sekadar mengusap air ke kerudung untuk berwudhu. Pertama, salah satu anggota tubuh yang wajib dibasahi adalah sebagian kepala, bukan benda yang membungkusnya atau yang menghalanginya. Rasulullah memang pernah mengusap serban saat menunaikan wudhu. Hanya, hal tersebut tidak secara otomatis menjadi dalil atas bolehnya mengusap bagian atas kerudung. Saat mengusap serban pun,  Rasulullah tetap membasahi ubun-ubunnya yang tidak tertutup serban. Ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. "Bahwa Rasulullah SAW ketika berwudhu' mengusap ubun-ubunnya dan serbannya," (HR Bukhari) Tak hanya itu, Ustazah Aini menjelaskan, QS al-Maidah ayat 6 pun dengan jelas menyatakan keharusan membasahi sebagian kepala. Wudhu pun hanya sah apabila kepala, rambut atau sebagian kepala ikut terbasahi saat proses mengusap dengan air dilakukan. Adapun jika yang diusap sekadar kerudung dan airnya tidak menembus ke rambut atau sebagian kepala, wudhunya tidak sah. Pada dasarnya, membasahi kerudung bukanlah membasahi rambut, melainkan mengusap penghalangnya. Ustazah Aini berpendapat, tidak ada sedikit pun kesulitan bagi wanita untuk berwudhu tanpa melepaskan kerudung. Misalnya memasukkan jari-jari tangan atau sebagian telapak tangan yang telah dibasahi dengan air sebelumnya ke sela-sela kerudung agar tersentuh rambut di dalamnya. Cara bisa dari arah wajah ke dalam, atau bisa juga dari arah bawah kerudung atau dari dalam dan bagian bawah kerudung. Yang penting tangan yang basah ini bisa menyentuh rambut sehingga rambut itu ikut basah. Dan, cara ini tentu sangat meringankan, khususnya buat wanita yang kesulitan berwudhu di tempat umum, lantaran tidak menemukan tempat wudhu yang tertutup. Sementara itu, penulis buku Shahih Wanita, Shaikh Muhammad Al Utsaimin mengutip mazhab Imam Ahmad, yaitu pendapat yang mengatakan, wanita dibolehkan untuk mengusap kain penutup kepalanya jika kain tersebut menutupi hingga di bawah lehernya. Hal ini pun telah dilakukan oleh sebagian istri-istri para sahabat. Yang jelas, jika membuka penutup kepala itu menyulitkan karena udara yang amat dingin atau sulit untuk membukanya kemudian harus memasangnya lagi, maka mepermudah dalam hal semacam ini dibolehkan. Jika tidak, yang lebih utama adalah membuka penutup kepala itu untuk mengusap rambutnya secara langsung.

Sebagian ulama dari mazhab Hambali memang membolehkan wanita mengusap bagian atas kerudungnya. Pendapat ini didukung oleh Ibnu Taimiyyah. Dalilnya adalah, bahwasanya istri Rasulullah SAW, Ummu Salamah radhiyallahu 'anha dulu pernah berwudhu dengan tetap memakai kerudungnya.  Sebagai istri Rasulullah, apakah Ummu Salamah akan melakukannya (mengusap kerudung) tanpa izin dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam? (Majmu' Fatawa Ibni Taimiyyah, 21/186, Asy Syamilah). Apabila mengusap kerudung ketika berwudhu tidak diperbolehkan, tentunya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan melarang Ummu Salamah melakukannya. Wallahualam.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...