MIRHAN AM Refleksi Penciptaan Manusia 5 saja antar satu bangsa, suku, atau warna kulit dengan selainnya, tetapi antara jenis kelamin mereka. Dalam konteks ini, sewaktu haji wada’ (perpisahan), Nabi saw. berpesan antara lain: “Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Tuhan kamu Esa, ayah kamu satu, tiada kelebihan orang Arab atas non Arab, tidak juga non Arab atas orang Arab, atau orang (berkulit) hitam atas yang (berkulit) merah (yakni putih) tidak juga sebaliknya kecuali dengan takwa, sesungguhnya semulia- mulia kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (H.R. al-Baihaqi melalui Jabir ibn Abdillah) “Ta’ârafu” terambil dari kata ‘arafa yang berarti mengenal. Patron kata yang digunakan ayat ini mengandung makna timbal balik, dengan demikian ia berarti saling mengenal.16 Menurut al- Zamakhsyari, makna li ta’arafu adalah agar kalian mengetahui nasab-nasab dan bukan dimaksudkan untuk membanggakan dan mengagungkan asal usul keturunan serta merendahkan keturunan lainnya karena ayat tersebut diakhiri dengan pernyataan bahwa orang yang mulia adalah yang paling bertakwa.17 Hal ini senada dengan pandangan Mujahid yang memahami makna tersebut dengan mengatakan bahwa si fulan berasal dari keturunan A dan B (keturunan tertentu).18 Kata “akramakum”terambil dari kata karuma yang pada dasarnya berarti yang baik dan istimewa sesuai objeknya. Manusia yang baik dan istimewa adalah yang memiliki akhlak yang baik terhadap Allah, dan terhadap sesama makhluk. Kemulian abadi hanya ada di sisi Allah dan untuk mencapainya adalah dengan mendekatkan diri kepada-Nya, menjauhi larangannya, melaksanakan perintahnya serta meneladani sifat-sifat-Nya sesuai kemampuan manusia. Hal itulah yang disebut dengan takwa.19 Salah satu makna dari penggabungan kata ‘alîm dan khabîr adalah bahwa kualitas ketakwaan dan kemuliaan seseorang di sisi Allah merupakan sesuatu yang sangat sulit, bahkan mustahil bagi seorang manusia dapat menilai kadar dan kualitas keimanan serta ketakwaan seseorang, yang mengetahui hanya Allah swt.20 Ada beberapa bentuk pembelajaran yang disampaikan Allah kepada umat Islam melalui ayat ini, yakni: Pertama, ajaran kesetaraan (al-musâwâh) diantara manusia dalam hal asal kelahiran dan kemuliaan dengan takwa. QS. al-Hujurât ayat 13, Allah menyatakan bahwasemua manusia terlahir dari asal dan jiwa yang satu yakni Adam dan Hawa. Semua manusia sama karena terlahir dari satu nasab, satu ibu dan bapak, sehingga tidak pantas untuk berbangga dengan nasab dan tidak boleh pula menghina dan mencela. Allah menciptakan Manusia berbangsa-bangsa (satu umat besar yang terdiri dari beberapa kabilah) agar saling mengenal. Sedang orang yang paling mulia adalah orang yang bertakwa. Ayat ini dijadikan dalil oleh pengikut Maliki untuk tidak mensyaratkan kafâ’ah dalam pernikahan kecuali atas dasar agama.21 16 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol. 13, Cet. IV, h. 262. 17 Abû al-Qâsim Mahmûd ibn ‘Umar al-Zamakhsyari, al-Kasysyâf ‘an Haqâ’iq al-Tanzîl wa ‘Uyûni al-Aqâwîl fi Wujûhi al- Ta’wîl, Vol.4, (Beirut: Dâr Ihya al-Turats al-’Arabi, t.th), h. 378. 18 Abû al-Fidâ Ismâ’il bin ‘Umar bin Katsîr al-Qurasyi, Tafsîr al-Qur’ân al-’Azhîm, Vol.7, (Riyâdh: Dâr Thayyibah li al- Nasyr wa al-Tawzi’, 1999), h. 385. 19 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 13, h. 263. 20 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 13, h. 263. 21 Al-Zuhaily, at-Tafsîr al-Munîr, h. 260. |