Apa hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah?

LnRiLWZpZWxke21hcmdpbi1ib3R0b206MC43NmVtfS50Yi1maWVsZC0tbGVmdHt0ZXh0LWFsaWduOmxlZnR9LnRiLWZpZWxkLS1jZW50ZXJ7dGV4dC1hbGlnbjpjZW50ZXJ9LnRiLWZpZWxkLS1yaWdodHt0ZXh0LWFsaWduOnJpZ2h0fS50Yi1maWVsZF9fc2t5cGVfcHJldmlld3twYWRkaW5nOjEwcHggMjBweDtib3JkZXItcmFkaXVzOjNweDtjb2xvcjojZmZmO2JhY2tncm91bmQ6IzAwYWZlZTtkaXNwbGF5OmlubGluZS1ibG9ja311bC5nbGlkZV9fc2xpZGVze21hcmdpbjowfQ==

LnRiLWhlYWRpbmcuaGFzLWJhY2tncm91bmR7cGFkZGluZzowfQ==

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem penyelenggaraan keuangan yang mengatur hak dan kewajiban keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang dilaksanakan secara adil, transparan, akuntabel, dan selaras berdasarkan undang-undang

Jakarta - Kementerian Keuangan memang tengah gencar-gencarnya melakukan berbagai inovasi dan reformasi untuk meningkatkan penerimaan pajak guna pemulihan ekonomi. Setelah beberapa bulan lalu Kemenkeu berhasil melahirkan UU No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, bulan ini Kemenkeu hendak mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

Apa Itu RUU HKPD? 

Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) merupakan bagian dari reformasi struktural di bidang desentralisasi fiskal dengan menciptakan alokasi sumber daya nasional yang lebih efisien melalui transparansi hubungan keuangan pusat dan daerah.

RUU ini merupakan kelanjutan dari evaluasi pelaksanaan desentralisasi fiskal dalam UU No. 33 tahun 2004 terkait Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Fokus dari RUU ini adalah penguatan kekuatan lokal dengan penggabungan perbaikan pengaturan pajak daerah dan retribusi daerah yang diatur dalam UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 

RUU HKPD dianggap sebagai manifestasi konsolidasi fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan penyelarasan kebijakan fiskal ini, diharapkan mampu menyiapkan pemerintah dalam menghadapi tantangan nasional dan antisipasi ketidakpastian dinamika global yang semakin berkembang. 

Empat Pilar RUU HKPD

Secara umum, RUU HKPD ini disusun berdasarkan empat pilar utama, yaitu: 

Pilar Pertama 

Perbaikan kebijakan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) serta pembiayaan daerah dengan mengubah ketentuan dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dan dana bagi hasil (DBH). 

Terkait pembiayaan daerah, RUU ini akan merubah tiga lapisan bagi daerah untuk memperoleh izin pembiayaan yaitu penerbitan izin dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian PPN/Bappenas. Nantinya, penyaluran TKDD ini akan berbasiskan kinerja masing-masing daerah. 

Pilar Kedua 

Reformasi perpajakan dan retribusi daerh (PDRD) dengan penyederhaaan jenis pajak, retribusi daerah, dan pengurangan biaya administrasi pemungutan. Pajak daerah akan dipangkas dari 16 jenis menjadi 14. Sedangkan retribusi akan dikurangi dari 32 jenis menjadi 18 jenis. 

Aspek Perpajakan Dalam Pilar Kedua

  1. Kendaraan bermotor berbasis energi terbarukan akan dikecualikan dari objek pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). 
  2. Pengenaan opsen atas dua jenis pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB)

Pilar Ketiga 

Peningkatan kualitas belanja daerah yang mengharuskan daerah memiliki kerangka pengeluaran jangka menengah, penganggaran daerah yang lebih terpadu, serta belanja berbasis kinerja. 

Pilar ini pada dasarnya mengatur simplifikasi program di daerah  untuk mempercepat penyerapan APBD dan mengurangi simpanan di perbankan yang menggunung. 

Pilar Keempat

Harmonisasi fiskal nasional antara keuangan pusat dan daerah, dengan penyusunan program pembangunan daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhannya terutama terkait pemenuhan pelayanan dasar publik. 

Mencabut :

Mencabut sebagian :

  1. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
    Pasal 114 dan Pasal 176 angka 4 ayat (4) dalam Pasal 252 dan angka 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tettang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O2O Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573)
  2. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
    Pasal 1 angka 30, Pasal 1 angka 38, Pasal L angka 47 sampai dengan angka 49, Pasal 245 sepanjang terkait dengan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 279, Pasal 285 ayat (2) huruf a angka 1 sampai dengan angka 4, Pasal 288 sampai dengan Pasal 291, Pasal 296, Pasal 302, Pasal 324, dan Pasal 325 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (l,embaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol4 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O2O Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);

18 Jan 2022

Apa hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah?

JDIH MARVES – Dalam rangka menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efektif dan efisien maka perlu mengatur tata Kelola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang adil, selaras, dan akuntabel berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehubungan dengan hal tersebut, Presiden telah menetapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pada tanggal 5 Januari 2022.

Undang-Undang (UU) ini mencabut UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pasal 1 angka 30, Pasal 1 angka 38, Pasal 1 angka 47 sampai dengan angka 49, Pasal 245 sepanjang terkait dengan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 279, Pasal 285 ayat (2) huruf a angka 1 sampai dengan angka 4, Pasal 288 sampai dengan 291, Pasal 296, Pasal 302, Pasal 324, dan Pasal 325 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Pasal 114 dan Pasal 176 angkat 4 ayat (4) dalam Pasal 252 dan angka 7 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Ruang lingkup Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana Pasal 2 meliputi:

1. pemberian sumber Penerimaan Daerah berupa Pajak dan Retribusi;

2. pengelolaan Transfer ke Daerah;

3. pengelolaan Belanja Daerah;

4. pemberian kewenangan untuk melakukan Pembiayaan Daerah; dan

5. pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional.

Dan prinsip pendanaan untuk penyelenggaraan Urusan Pemerintahan dalam kerangka Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah sebagaimana Pasal 3 meliputi:

1. penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan

2. penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di Daerah didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Dengan ditetapkannya UU ini, diharapkan dapat menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efektif dan efisien dalam pengaturan tata kelola hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Apa hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah?
Arah hubungan keuangan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah ke depan telah ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu alokasi sumber daya nasional yang efisien dan efektif melalui hubungan keuangan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang transparan, akuntabel dan berkeadilan guna mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyusunan Undang-Undang ini bukanlah bertujuan untuk resentralisasi, tetapi merupakan upaya untuk penguatan akuntabilitas dan harmonisasi kebijakan antara pusat dan daerah.

Terdapat 4 pilar yang melandasi penyusunan Undang-Undang ini. Pilar pertama, meminimalisir ketimpangan vertikal antara jenjang pemerintahan baik pusat, provinsi, kabupaten, dan kota, serta ketimpangan horizontal antar pemerintah daerah pada level yang sama. Untuk itulah terdapat beberapa perbaikan dalam kebijakan khususnya terkait Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) untuk meminimumkan ketimpangan tersebut, yaitu dengan melakukan reformulasi DAU dengan presisi ukuran kebutuhan yang lebih tinggi di mana DAU untuk masing-masing daerah dialokasikan berdasarkan Celah Fiskal tidak lagi menambah formula Alokasi Dasar.

Selanjutnya, DAK yang lebih difokuskan untuk prioritas nasional sehingga DAK Reguler dilebur dalam formulasi DAU. Pengelolaan Transfer ke Daerah yang berbasis kinerja di mana pemerintah juga dapat memberikan insentif fiskal bagi Pemerintah Daerah sebagai apresiasi kepada daerah yang memiliki kinerja baik dalam memberikan layanan publik dengan kriteria tertentu. Selain itu adanya perluasan skema pembiayaan daerah secara terkendali dan hati-hati, di mana saat ini sudah bisa menggunakan skema Sukuk Daerah yang sebelumnya hanya Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah. Selanjutnya sinergi pendanaan lintas sumber pendanaan yang ada berupa sinergi pendanaan APBD dan Non-APBD seperti Belanja K/L, BUMN/D, Swasta, dan Kerja Sama dengan Pemerintah Daerah lain.

Pilar kedua yaitu mengembangkan sistem pajak daerah dengan mendukung alokasi sumber daya nasional yang lebih efisien. Kebijakan yang dirumuskan dalam menguatkan sistem perpajakan daerah yaitu melalui harmonisasi pengaturan dengan tetap memberikan dukungan terhadap dunia usaha, mengurangi retribusi atas layanan wajib yang sudah seharusnya menjadi kewajiban Pemerintah Daerah dengan melakukan rasionalisasi retribusi dari 32 menjadi 18 layanan, menciptakan basis pajak baru melalui sinergi Pajak Pusat dengan Pajak Daerah berupa konsumsi, properti, dan sumber daya alam. Selain itu adanya opsen perpajakan daerah antara Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai penggantian skema bagi hasil dan penyesuaian kewenangan berupa Opsen Pajak Kendaraan Bermotor, Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. Opsen beberapa 3 jenis Pajak Daerah tersebut tidak akan menambah beban bagi Wajib Pajak tetapi split langsung pembayaran Wajib Pajak ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Pilar ketiga yaitu mendorong peningkatan kualitas belanja di daerah karena belanja daerah didanai dari uang rakyat, baik berupa pajak daerah maupun transfer dari Pemerintah Pusat. Oleh sebab itu, menjadi sebuah keharusan untuk bisa memberikan dampak yang maksimal bagi kesejahteraan masyarakat di daerah. Untuk meningkatkan kualitas belanja daerah tersebut, dalam Undang-Undang ini diarahkan untuk penguatan disiplin penganggaran dan sinergi belanja daerah, pengelolaan TKDD berbasis kinerja dan TKDD diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik. Pengaturan belanja daerah yang diatur dalam Undang-Undang ini antara lain batasan belanja pegawai maksimal 30 persen, batasan belanja infrastruktur layanan publik minimal 40 persen selain kewajiban pemenuhan belanja wajib yang lain sesuai dengan amanat pengaturan perundang-undangan. Berdasarkan data di DJPK, saat ini belanja APBD didominasi oleh belanja pegawai dengan rata-rata mencapai 32,4 persen, bahkan untuk beberapa daerah ada yang mencapai sekitar 50 persen, sedangkan untuk besaran belanja infrastruktur sangat rendah, baru mencapai 11,5 persen. Pemenuhan baik belanja pegawai dan belanja infrastruktur tersebut tidak dilakukan sekaligus namun dilakukan secara bertahap selama 5 tahun dan 3 tahun.

Pilar keempat yaitu harmonisasi belanja pusat dan daerah, agar dapat menyelenggarakan pelayanan publik yang optimal sekaligus tetap menjaga kesinambungan fiskal. Dalam RUU HKPD dirumuskan desain Transfer ke Daerah yang dapat berfungsi sebagai counter-cyclical policy, penyelarasan kebijakan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pengendalian defisit APBD, dan refocusing APBD dalam kondisi tertentu. Selain itu juga perlunya sinergi Bagan Akun Standar (BAS) sehingga dapat dilakukan penyelarasan program, kegiatan, dan output.

Penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan daerah diperlukan sebagai upaya gotong-royong untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang ditetapkan dan banyaknya jenis program dan kegiatan yang ada di daerah dapat membuat daerah tidak fokus apa yang harus dilakukan. Jumlah program dan  kegiatan di daerah mencapai 29.623 program dan 263.135 kegiatan, jumlah yang sangat banyak membuat alokasi untuk masing-masing menjadi kecil.

Hadirnya Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah ini diharapkan dapat memperbaiki desain desentralisasi dan juga otonomi daerah yang sudah ada sejak tahun 2001 sehingga bisa berkelanjutan serta akuntabel. Selain itu, Undang-Undang ini dapat memperkuat peran serta Pemerintah Daerah dalam bersinergi dengan Pemerintah Pusat untuk bersama-sama mencapai kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan, dari Sabang hingga sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. 

Disclaimer: Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak merepresentasikan sikap atau pendapat tempat penulis bekerja