Apakah PENDIDIKAN orang tua Mempengaruhi pola asuh yang diterapkan dalam Praktik PENGASUHAN

Apakah PENDIDIKAN orang tua Mempengaruhi pola asuh yang diterapkan dalam Praktik PENGASUHAN

Apakah PENDIDIKAN orang tua Mempengaruhi pola asuh yang diterapkan dalam Praktik PENGASUHAN
Lihat Foto

Shutterstock

Ilustrasi anak dan orangtua.

KOMPAS.com - Anak merupakan amanah terbesar yang dititipkan sang pencipta kepada orang tua. Karena itu, orang tua harus menjaga dan membesarkan dengan sebaik-baiknya.

Orang tua juga harus memberikan pengasuhan yang baik tanpa henti, dari sejak anak dalam kandungan, usia dini, remaja, hingga anak sudah beranjak dewasa.

Tak hanya itu saja, orang tua memiliki tanggung jawab penuh untuk membimbing, mengawasi, dan melindungi anaknya untuk tumbuh dan berkembang optimal.

Ini tentu sesuai dengan potensi yang dimiliki setiap anak agar kelak anak siap untuk hidup bermasyarakat dengan karakternya yang mulia.

Baca juga: Anak Suka Bermain Musik dan Gerak? Berikut Ini 15 Manfaatnya

Tapi, bagaimana memberikan pola asuh yang tepat pada anak? Bagi orang tua yang memiliki anak usia dini, maka harus paham dalam memberikan pengasuhan pada anaknya.

3 jenis pola asuh orangtua

Merangkum dari modul pembelajaran jenjang PAUD yang dikeluarkan oleh Direktorat PAUD Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud), berikut ini pola asuh orang tua terbagi atas tiga jenis, yaitu:

1. Pola Asuh Permissif

Pola asuh permisif dapat diartikan sebagai pola yang membebaskan anak untuk melakukan apa yang ingin dilakukan tanpa mempertanyakan.

Pola asuh ini tidak menggunakan aturan yang ketat, bahkan bimbingan pun kurang diberikan sehingga tidak ada pengendalian atau pengontrolan serta tuntutan kepada anak.

Kebebasan diberikan penuh dan anak diizinkan untuk memberi putusan untuk dirinya sendiri. Anak berperilaku sesuai dengan keinginannya tanpa adanya kontrol dari orang tua.

2. Pola Asuh Otoriter

Untuk pola asuh otoriter, yakni ketika orang tua menerapkan aturan dan batasan yang mutlak harus ditaati, tanpa memberi kesempatan pada anak untuk berpendapat, jika anak tidak mematuhi akan diancam dan dihukum.

Pola asuh otoriter ini dapat menimbulkan hilangnya kebebasan pada anak, kurangnya inisiatif dan aktivitasnya, sehingga anak menjadi tidak percaya diri pada kemampuannya.

3. Pola Asuh Demokratis

Sedangkan pola asuh demokratis yaitu menanamkan disiplin kepada anak, dan menghargai kebebasan yang tidak mutlak, dengan bimbingan yang penuh pengertian antara anak dan orang tua.

Dari bimbingan itu memberi penjelasan secara rasional dan obyektif jika keinginan dan pendapat anak tidak sesuai. Dalam pola asuh ini bisa tumbuh rasa tanggung jawab pada anak, dan pada akhirnya, anak mampu bertindak sesuai dengan norma yang ada.

9 Strategi pengasuhan positif

Strategi pengasuhan positif yang dapat diterapkan oleh orang tua selama masa anak belajar dari rumah antara lain:

1. Ciptakan suasana rumah yang aman, nyaman dan menyenangkan.

2. Ciptakan suasana positif yang mendukung proses belajar.

3. Lakukan proses belajar di rumah dengan disiplin positif.

4. Berikan ekspresi yang realistis pada saat anak belajar.

5. Orang tua tetap tenang dan rileks.

6. Orangtua menyiapkan berbagai kegiatan selain yang sudah disiapkan oleh guru. Kegiatan tersebut hendaknya mengarah pada kecakapan hidup dasar.

Antara lain kecakapan untuk menolong diri sendiri, pembiasaan perilaku hidup bersih, sehat, dan aman, pembiasaan kecakapan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Kegiatan tidak membebani anak, terintegrasi dalam berbagai aktivitas harian yang dilaksanakan di rumah, menyenangkan, dan bermakna bagi anak.

7. Coba libatkan anak dalam berbagai aktivitas di rumah, misalnya membereskan tempat tidur, menata alat dan bahan main, memilih menu makanan, memasak di dapur, mencuci buah-buahan, dan berbagai aktivitas lainnya. Tapi, orang tua sebaiknya menyesuaikan aktivitas tersebut dengan usia dan tahap perkembangan anak.

Baca juga: Manfaat Belajar Seni Kriya bagi Anak, Berikut Contoh Kegiatannya

8. Mengajak bermain dengan permainan yang edukatif sesuai dengan alat dan bahan main yang tersedia di rumah.

9. Orang tua dapat membacakan buku, mengajak anak membaca bersama-sama atau bercerita.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang ditemui individu sejak mereka lahir ke dunia. Lingkungan keluarga pertama adalah Ayah, Ibu dan individu itu sendiri. Hubungan antara individu dengan kedua orangtuanya merupakan hubungan timbal balik dimana terdapat interaksi di dalamnya.

Setiap orangtua tentunya ingin yang terbaik bagi anak-anak mereka. Keinginan ini kemudian akan membentuk pola asuh yang akan ditanamkan orangtua kepada anak-anak. Pola asuh menurut Diana Baumrind (1967), pada prinsipnya merupakan parental control yaitu bagaimana orangtua mengontrol, membimbing, dan mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya menuju pada proses pendewasaan. Diana Baumrind (1967, dalam Santrock, 2009) membagi pola asuh ke dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu:

  • Pola asuh otoriter (authoritarian parenting)

Orangtua dengan tipe pola asuh ini biasanya cenderung membatasi dan menghukum. Mereka secara otoriter mendesak anak untuk mengikuti perintah dan menghormati mereka. Orangtua dengan pola ini sangat ketat dalam memberikan Batasan dan kendali yang tegas terhadap anak-anak, serta komunikasi verbal yang terjadi juga lebih satu arah. Orangtua tipe otoriter umumnya menilai anak sebagai obyek yang harus dibentuk oleh orangtua yang merasa “lebih tahu” mana yang terbaik bagi anak-anaknya. Anak yang diasuh dengan pola otoriter sering kali terlihat kurang bahagia, ketakutan dalam melakukan sesuatu karena takut salah, minder, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah. Contoh orangtua dengan tipe pola asuh ini, mereka melarang anak laki-laki bermain dengan anak perempuan, tanpa memberikan penjelasan ataupun alasannya.

  • Pola asuh demokratis/otoritatif (authotitative parenting)

Pola pengasuhan dengan gaya otoritatif bersifat positif dan mendorong anak-anak untuk mandiri, namun orangtua tetap menempatkan batas-batas dan kendali atas tindakan mereka. Orangtua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, serta pendekatan yang dilakukan orangtua ke anak juga bersifat hangat. Pada pola ini, komunikasi yang terjadi dua arah dan orangtua bersifat mengasuh dan mendukung. Anak yang diasuh dengan pola ini akn terlihat lebih dewasa, mandiri, ceria, mampu mengendalikan diri, beriorientasi pada prestasi, dan mampu mengatasi stresnya dengan baik.

  • Pola asuh permisif (permissive parenting)

Orangtua dengan gaya pengasuhan ini tidak pernah berperan dalam kehidupan anak. Anak diberika kebebasan melakukan apapun tanpa pengawasan dari orangtua. Orangtua cenderung tidak menegur  atau memperingatkan, sedikit bimbingan, sehingga seringkali pola ini disukai oleh anak (Petranto, 2005). Orangtua dengan pola asuh ini tidak mempertimbangkan perkembangan anak secara menyeluruh. Anak yang diasuh dengan pola ini cenderung melakukan pelanggaran-pelanggaran karena mereka tidak ammpu mengendalikan perilakunya, tidak dewasa, memiliki harga diri rendah dan terasingkan dari keluarga.

Dewasa ini, orangtua yang pada dasarnya menginginkan yang terbaik bagi anak-anak mereka, tanpa sadar juga melakukan kesalahan dalam penerapan pola asuh terhadap anak-anak. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain:

  1. Memberi banyak pilihan à Terlalu banyak memberikan pilihan dapat membuat anak kewalahan.
  2. Terlalu dimanjakan à Berusaha memenuhi setiap permintaan anak akan membuat anak sulit merasa puas dan membuat mereka suka memaksa.
  3. Membuat anak sibuk à Anak yang terlalu sibuk selain kelelahan juga bisa membuatnya jadi korban bullying.
  4. Kepintaran dianggap paling penting à Membangga-banggakan prestasi akademik anak dapat membuat anak menjadi arogan dan merasa orang lain lebih bodoh. Kondisi ini justru membuat anak dijauhi teman-temannya.
  5. Menyembunyikan topik sensitif seperti seks à Kebanyakan orangtua takut membicarakan soal seks dan percaya bahwa menghindari diskusi ini dengan anak-anak mereka bisa membuat anak terhindar dari perilaku seksual tidak pantas. Padahal, topik tentang pendidikan seks bisa dimulai sejak dini, disesuaikan dengan pemahaman anak.
  6. Terlalu sering mengkritik à Anak yang orangtuanya terlalu sering mengritik akan tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri atau menuntut kesempurnaan dalam segala hal. Saat ia melakukan kesalahan, mereka merasa tidak berguna dan marah.
  7. Membebaskan anak nonton tv atau main gadget à Batasi waktu Anda menatap layar elektronik, entah itu televisi, ponsel, atau gadget lain. Bahkan, seharusnya anak tidak diperkenalkan dengan gadget sebelum mereka berusia di atas dua tahun.
  8. Terlalu melindungi anak à Naluri orangtua adalah melindungi anak, tetapi bukan berarti anak harus “dipagari” dari kesusahan. Pola asuh seperti ini dapat membuat anak kurang bersyukur dan menghargai sesuatu. Terkadang anak juga perlu belajar menghadapi kehilangan atau masalah.

Beberapa hal yang perlu dilakukan orangtua untuk dapat memberikan pola pengasuhan yang baik pada anak adalah:

  1. Memberikan pujian atas usaha yang sudah dilakukan anak. Hal ini bisa membangun rasa percaya diri anak.
  2. Hindari anak dari trauma fisik dan psikis. Marah kepada anak atas kesalahan yang mereka lakukan adalah hal yang wajar, sebatas tujuannya adalah untuk mengajarkan anak.
  3. Penuh kasih sayang. Dukung perkembangan anak dengan memberikan kasih sayang dan kehangatan. Sikap hangat dari orangtua akan membantu mengembangkan sel saraf dan kecerdasan anak.
  4. Tidak membandingkan anak dengan anak lain. Setiap anak memiliki keunikannya masing-masing, sehingga tiap anak akan memiliki kelebihan dan kekurangannya. Yang perlu dilakukan orangtua adalah fokus mengembangkan kelebihannya.
  5. Tidak otoriter. Jangan memaksakan kehendak orangtua kepada anak. Sebaliknya, orangtua harus menjadi fasilitator yang dapat mengembangkan bakat anak.
  6. Berikan tanggungjawab. Mengajarkan tanggung jawab kepada anak dapat dilakukan sedini mungkin agar anak dapat perduli terhadap sekitarnya.
  7. Penuhi kebutuhan gizi Makanan merupakan faktor penting yang menentukan kecerdasan anak.
  8. Menciptakan lingkungan yang positif. Lingkungan yang mendukung terhadap bakat dan kreativitas anak, orangtua yang selalu memberikan pandangan positif pada anak, akan dapat membentuk anak menjadi individu yang lebih mandiri dan tidak mudah putus asa.
  9. Aktif berkomunikasi dengan anak. Ada baiknya bila anak dan orangtua saling terbuka, sehingga anak akan lebih nyaman untuk bercerita kepada orangtua.

Sumber:

Baumrind, D. (1967). Child Care Practices Anteceding Three Patterns of Preschool Behavior. Genetic Psychology Monographs, 75 (1), 43-88.

Santrock, John W. (2009). Perkembangan Anak edisi 11. Jakarta: Erlangga.

https://lifestyle.kompas.com. “Kesalahan Pola Asuh yang Sering Dilakukan Orangtua “Zaman Now”