Sistem pemerintahan di Indonesia mengenal istilah otonomi daerah, desentralisasi, dan dekonsentrasi. Dalam Konteks negara kesatuan, asas desentralisasi merupakan pemberian keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Show
Di Indonesia, otonomi daerah diselenggarakan untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pemerintah daerah juga melakukan pengembangan yang disesuaikan wilayah masing-masing. Baca JugaOtonomi daerah adalah kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai undang-undang. Otonomi daerah menurut aspirasi masyarakat bisa meningkatkan daya guna dan hasil penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Dalam buku "Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kelas X" yang diterbitkan Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud, ada beberapa pengertian otonomi daerah yaitu: 1. Otonomi daerah menurut C.J FranseenMenurut C.J Franseen, otonomi daerah adalah hak untuk mengatur urusan daerah dan menyesuaikan peraturan yang sudah dibuat. Otonomi daerah merupakan kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus daerah dengan keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri, serta pemerintahan sendiri. 3. Ateng SyarifuddinMenurut Ateng Syarifuddin, otonomi daerah adalah kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan tersebut merupakan perwujudan dari pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. 4. UU Nomor 12 tahun 2008 dan UU nomor 32 tahun 2004Menurut undang-undang diatas, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan Dapat disimpulkan otonomi daerah adalah keleluasaan hak dan wewenang serta kewajiban dan tanggung jawab pemerintah daerah (Pemda) untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sesuai kemampuan daerah masing-masing. Prinsip Otonomi DaerahAda lima prinsip penyelenggaraan pemerintah daerah yaitu: 1. Prinsip KesatuanOtonomi daerah harus menunjang aspirasi perjuangan rakyat untuk memperkokoh negara kesatuan dan mempertinggi tingkat kesejahteraan masyarakat lokal. 2. Prinsip Riil dan tanggung jawabOtonomi daerah nyata dan bertanggung jawab untuk kepentingan seluruh masyarakat. Pemda berperan mengatur proses pemerintahan dan pembangunan daerah. 3. Prinsip PenyebaranAsas desentralisasi dan dekonsentrasi bermanfaat untuk masyarakat melakukan inovasi pembangunan daerah. 4. Prinsip KeserasianDaerah otonom mengutamakan aspek keserasian dan tujuan di samping aspek demokrasi 5. Prinsip PemberdayaanTujuan otonomi daerah adalah bisa meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah di daerah. Utamanya dalam aspek pelayanan dan pembangunan masyarakat. Selain itu dapat meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa. Baca JugaAda tiga landasan hukum yaitu Undang-undang dasar (UUD), Ketetapan MPR-RI, dan Undang-Undang (UU). Berikut penjelasannya: 1. Undang-Undang DasarAcuan hukum otonomi daerah terdapat pada pasal UUD 1945. Pasal 18 UUD ayat (1) dan (2) menyebutkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atasprovinsi, kabupaten, dan kota yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. 2. Ketetapan MPR-RITap MPR-RI No. XV/MPR/1998 menjelaskan Penyelenggaraan Otonomi Daerah antara lain Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Undang-Undang (UU)Ada dua UU yang mengatur yaitu UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. PAda prinsipnya penyelenggaraan pemerintah daerah mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi. Dalam UU Nomor 12 tahun 2008 adalah mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, serta mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Dimensi Otonomi DaerahAda dua nilai dasar yang dikembangkan UUD 1945 yang berhubungan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu: 1. Nilai UnitarisDimensi ini diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara (Eenheidstaat). Kedaulatan melekat pada rakyat, bangsa, dan NKRI tidak terbagi menjadi kesatuan-kesatuan pemerintah. 2. Nilai dasar Desentralisasi TeritorialDimensi ini bersumber dari isi dan jiwa yang tercantum pada pasal 18 UUD NKRI tahun 1945. Pemerintah diwajibkan melaksanakan politik secara desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan. Pengertian DesentralisasiSecara etimologis, desentralisasi berasal dari bahasa Belanda. De artinya lepas dan centerum artinya pusat. Pengertian desentralisasi adalah sesuatu hal yang terlepas dari pusat. Pengertian DekonsentrasiDekonsentrasi adalah penyerahan kekuasaan dari atas ke bawah dalam rangka kepegawaian guna kelancaran pekerjaan semata. Desentralisasi ini memberi kekuasaan pada daerah untuk mengatur daerah dalam lingkungan untuk mewujudkan asas demokrasi. Dekonsentrasi merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pada daerah otonom. Daerah ini menjadi wakil dari pemerintah pusat dalam kerangka negara kesatuan. Otonomi Daerah dalam Konteks Negara KesatuanOtonomi daerah di Indonesia bermanfaat untuk pengembangan suatu daerah yang memiliki potensi dan ciri khas. Selain itu otonomi daerah untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pelaksanaan otonomi daerah berlandaskan acuan hukum untuk tuntutan globalisasi yang diberdayakan. Maju atau tidaknya suatu daerah ditentukan berdasarkan kemampuan dan kemauan Pemda. Pemerintah pusat memberikan kewenangan pada pemerintah daerah untuk mengurus wilayah masing-masing. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 telah menjadi sumber hukum bagi pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun negara yang diproklamasikan kemerdekaannya itu bukanlah merupakan tujuan semata-mata, melainkan hanyalah alat untuk mencapai cita-cita bangsa dan tujuan negara, yakni membentuk masyarakat adil makmur berdasarkan pancasila.Setelah kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) membentuk Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sebagai konstitusinya. Negara Indonesia ternyata pernah mengalami empat kali perubahan atau pergantian konstitusi dalam kurun waktu 15 tahun (1945-1959), dan empat kali perubahan (amandemen) konstitusi selama 2 tahun (1999-2002) yakni perubahan I-IV UUD 1945. Proses amandemen tersebut banyak memberi perubahan bagi sistem pemerintahan dan ketatanegaraan negara Indonesia, namun ada yang tetap dipertahankan hingga amandemen yang keempat yaitu bentuk negara Kesatuan. Negara kesatuan dapat disebut negara Unitaris. Di dalam UUD 1945 tepatnya di dalam Pasal 1 Ayat (1) yaitu, “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”. Negara kesatuan ini ditinjau dari segi susunannya, memang susunan bersifat tunggal, maksudnya Negara Kesatuan itu adalah negara yang tidak tersusun dari beberapa negara. Pasal 18 Ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai Pemerintahan daerah, yang diatur dengan Undang-Undang”, artinya negara Indonesia terdiri dari beberapa provinsi, kabupaten dan kota sedangkan Pemerintahnya terdiri dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah. Daerah provinsi, Kabuapten/Kota merupakan daerah yang otonom, yaitu suatu masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pada pasal 18 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas perbantuan.” Dalam rangka penyelenggaraan hubungan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah, dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah tepatnya Pasal 10 ditegaskan Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah Pusat. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk membentuk Perda untuk membantu proses dalam pelaksanaan Pemerintahan di daerah. Sesuai ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan yaitu, “materi muatan Peraturan Daerah provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah dan/ atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.” Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat yang meliputi :
Pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan meliputi pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan pengawasan terhadap produk hukum daerah. Pengawasan terhadap Perda dapat berupa evaluasi dan klarifikasi. Khusus pada pada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang menjadi peraturan yang terendah dalam hirarki peraturan perundang-undangan, menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan, selain itu juga Peraturan Daerah Kabupaten/Kota juga paling banyak di Indonesia jika ditinjau dari banyaknya Kabupaten/Kota di Indonesia menjadi peraturan yang mendapat perhatian lebih dari Pemerintah Pusat dikarenakan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang menjadi peraturan yang langsung dampaknya langsung pada masyarakat. Selain itu Peraturan Daerah Kabupaten/Kota amatlah bervariatif tergantung dengan iklim daerah dan Pemerintahan pada Kabupaten/Kota di Indonesia, hal itu membuat Peraturan Daerah Kabupaten/Kota rentan banyak kesalahan dan bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Kenyataan yang terjadi dan merupakan sejarah bagi negara Indonesia, banyaknya Perda yang dibatalkan. Kemendagri juga mencatat dalam 10 tahun yaitu dari tahun 2002 hingga tahun 2014 jumlah pembatalan Perda berjumlah 710 (tujuh ratus sepuluh) Peraturan Daerah. Hal tersebut juga menunjukan masih banyak Perda yang belum berkualitas dan bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pembatalan suatu Perda merupakan akibat dari pengujian terhadap Peraturan Daerah. Dalam pembatalan Perda tersebut dilakukan oleh lembaga eksekutif atau yudikatif. Lembaga eksekutif dalam hal ini Pemerintah sebagaimana dimaksud adalah Pemerintah. Sedangkan lembaga yudikatif dalam hal ini dilakukan oleh Mahkamah Agung sesuai konstitusi Negara Republik Indonesia. Pengujian Peraturan Daerah oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri inilah yang dikenal dengan istilah executive review. Pengertian executive review adalah segala bentuk produk hukum pihak eksekutif diuji oleh kelembagaan dan kewenangan yang bersifat hirarkis. Dalam konteks ini yang diperkenalkan dalam istilah “control internal” yang dilakukan oleh pihak sendiri terhadap produk yang dikeluarkan baik yang berbentuk pengaturan (regeling), maupun keputusan (beschikking). Dapat dilihat bahwa proses executive review pada Peraturan Daerah amatlah penting untuk meningkatkan kualitas Peraturan Daerah karena dengan adanya rasa tanggung jawab yang lebih oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk membuat Peraturan Daerah yang berkualiatas agar tidak dibatalkan oleh Pemerintah yang dalam hal ini Pemerintah Pusat. Selain itu Peraturan Daerah Kabupaten/Kota mesti mendapatkan perhatian yang lebih dalam proses executive review dikarenakan dampak Perda tersebut langsung terhadap masyarkat serta banyak dan bervariatifnya Perda Kabupaten/Kota cenderung meningkatkan kesalahan dalam muatan Perda tersebut. Pengaturan Executive Review Terhadap Peraturan Daerah Kabupaten/Kota 1. Teori Negara. Hukum Istilah negara hukum seringkali juga disebut dengan istilah rule of law ataupun rechtsstaat. Kedua istilah tersebut seolah-olah sama, padahal sebenarnya kedua istilah tersebut memiliki latar belakang yang berbeda. Rule of law berangkat dari tradisi common law atau Anglo Saxon sedangkan rechtsstaat merupakan konsep dari tradisi civil law atau Eropa Kontinental. Dalam perkembangannya perbedaan tersebut tidak dipermasalahakan lagi karena keduannya mengarah pada konsep pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Negara Indonesia merupakan negara yang pernah dijajah Belanda, sehingga ajaran rechtsstaat sangat berkembang di Indonesia. Belanda menganut ide rechtsstaat yang lahir di jerman pada akhir abad XVII meletakan dasar perlindungan hukum bagi rakyat pada asas legalitas yaitu semua hukum harus positif, karena hukum positif diharapkan memberikan jaminan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi rakyat, karena kedudukan semua masyarakat adalah sama di muka hukum, antara lain melalui pembagian kekuasaan. Syarat-syarat dasar rechtsstaat menurut Philipus M. Hadjon dalam tulisannya tentang ide negara hukum dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia mengatakan syarat-syarat dasar rechtsstaat adalah sebagai berikut:
2. Teori Kewenangan Wewenang merupakan konsep inti dalam hukum tata negara dan hukum administrasi negara. Wewenang dalam hukum tata negara dapat dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Suatu wewanang harus berdasarkan hukum dan dibatasi kewenangannya sehingga tidak akan menyebabkan penyalahgunaan wewenang (abuse of power). Wewenang dapat diperoleh dengan tiga cara, yaitu:
Setiap kewenangan itu dibatasi oleh isi atau materi wewenang, wilayah wewenang dan waktu. Bila wewenang yang dilaksanakan melampaui batas-batas tersebut maka yang timbul adalah kondisi-kondisi berikut :
3. Dasar Hukum Pemerintahan Daerah Pancasila merupakan Norma Fundamental Negara (staatsfundamentalnorm) bagi Negara Indonesia. Norma Fundamental Negara yang merupakan norma tertinggi dalam suatu negara ini adala norma yang tidak dibentuk oleh norma yang lebih tinggi lagi, tetapi pre-supposed atau ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat dalam suatu negara dan merupakan norma yang menjadi tempat bergantung norma-norma hukum di bawahnya. Sedangkan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan Aturan Dasar Negara atau Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz) yang berada di bawah Norma Fundamental Negara (staatsfundamentalnorm). UUD 1945 dapat disebut juga sebagai Konstitusi Negara Indonesia. Konstitusi ini terdiri dari tertulis dan tidak tertulis. Konstitusi tertulis adalah UUD 1945 sedangkan yang tidak tertulis merupakan kebiasaan ketatanegaraan atau yang sering disebut konvensi ketatanegaraan. UUD 1945 merupakan Konstitusi Tertulis yang menjadi Aturan Pokok Negara. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum, artinya hukum mempunyai kedudukan yang tinggi didalam Negara Republik Indonesia, hal tersebut tercantum jelas dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara Hukum”. Hukum di Indonesia harus berdasarkan Pancasila yang merupakan Norma Fundamental Negara (staatsfundamentalnorm) bagi Negara Indonesia. UUD 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 1 Ayat (1) telah jelas dan sangat tegas menyatakan bahwa: “Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”. Oleh sebab itu, Negara Indonesia tidak terdiri atas suatu daerah atau beberapa daerah yang berstatus Negara bagian (deelstaat) dengan UUD sendiri. Melainkan merupakan Negara kesatuan yang didesentralisasi. Negara Kesatuan, dapat pula disebut Negara Unitaris. Adapun azas yang ialah negara kesatuan ialah azas unitarisme, yang dirumuskan oleh Dicey sebagai “...The habitual exercise of supreme legistaif authority by one central power.” Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 mengatur dengan jelas bahwa: “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai Pemerintahan, yang diatur dengan undang-undang.” Dalam pasal tersebut telah jelas adanya landasan keberadaan Pemerintahan daerah, yaitu Pemerintah daerah provinsi dan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan daerah juga mengatur lebih lanjut tentang Pemerintahan daerah. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut sistem desentralisasi, yang mempunyai konsekuensi adanya pembagian kekuasaan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Otonomi mencakup beberapa aktifitas yaitu membentuk perundangan sendiri, dan melakukan urusan-urusan yang telah ditentukan Undang-undang. Konsep mengenai Pemerintahan daerah dibangun dari teori pembagian kekuasaan (division of power), terutama antara eksekutif, legislatif, yudikatif dan konsep negara kesatuan. Pembagian kekuasaan tersebut tidak hanya ada di Pusat teteapi juga terimplikasi di Pemerintahan daerah, hal itu terbukti dengan adanya perangkat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai legislatif, Gubernur atau Bupati dan walikota sebagi eksekutif sedangkan yudikatif adanya Pengadilan di Tingkat daerah. Perangkat daerah tersebut juga berjenjang dan berkordinasi dengan perangkat di tingkat Pusat. Ajaran check and balances juga berkembang terhadap sistem pembagian kekuasaan (division of power) di Negara Indonesia, dampaknya lembaga-lembaga di Indonesia harus ada keseimbangan dan saling mengawasi. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut sistem desentralisasi yang mempunyai konsekuensi adannya pembagian kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 mengenai pembagian urusan Pemerintahan ada 3 (tiga) kelompok yaitu :
Adapun urusan Pemerintah yang menjadi urusan Pemerintah Pusat meliputi :
Pemerintah Pusat lebih menitik beratkan pada urusan yang bersifat umum untuk kepentingan dalam penentuan kebutuhan seluruh bangsa secara umum sedangkan Pemerintahan Daerah lebih berfungsi dalam bidang pelayanan khusus terhadap masyarakat daerah. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi adalah sebagai berikut:
Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota meliputi :
Dengan adanya pembagian urusan tersebut Pemerintah daerah membutuhkan Peraturan Daerah (Perda) yang berguna sebagai landasan hukum dalam menjalankan urusan Pemerintahan daerah. Fungsi Perda merupakan fungsi yang bersifat atribusi yang diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terutama pada Pasal 136 dan juga merupakan fungsi delegasian dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Fungsi yang tercantum dalam Pasal 136 tersebut antara lain:
Dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan menetapkan bahwa materi muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah peraturan yang dibentuk oleh Bupati atau Walikota bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Merupakan suatu pemberian wewenang (atribusian) untuk mengaturnya, ini juga merupakan pelimpahan wewenang (delegasi) dari suatu Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam norma hukum norma yang lebih rendah dapat dibentuk oleh norma yang lebih tinggi, sehingga hukum itu berjenjang dan berlapis-lapis membentuk suatu hierarki. 4. Asas-Asas Peraturan perundang-undangan Berdasarkan tingkatan norma hukum dikenal asas-asas peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan Pasal 7 Ayat (1) menetapkan bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut :
Dalam proses pembuatan Peraturan Daerah perlu diperhatikan bahwa Peraturan Daerah yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, apabila Pemerintah Pusat sudah mengadakan pearaturan penyelenggaranya Pemerintah maka daerah tidak boleh mengaturnya. 5. Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar Pemerintah Daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat yang meliputi :
Pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terkait dengan penyelenggaraan urusan Pemerintahan meliputi pengawasan atas pelaksanaan urusan Pemerintahan didaerah dan pengawasan terhadap produk hukum daerah. Jenis pengawasan produk hukum daerah dapat berupa evaluasi yaitu pengkajian dan penilaian terhadap rancangan Peraturan Daerah untuk mengetahui apakah sudah sesuai atau bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan peraturan perundang-undangan lainnya, maupun klarifikasi yaitu pengkajian dan penilaian terhadap Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah untuk mengetahui apakah sudah sesuai atau bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan peraturan perundang-undangan lainnya. Gubernur mempunyai kewenangan melakukan pengawasan terhadap produk hukum daerah kabupaten/kota meliputi evaluasi atas rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pajak daerah, retribusi daerah dan rencana tata ruang dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD atau penjabaran perubahan APBD dan klarifikasi Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/walikota. 6. Landasan Hukum Executive Review Executive review yakni pengujian atau peninjauan atas peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh lembaga eksekutif terhadap peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh lembaga eksekutif sendiri tanpa dimintakan judicial review kelembaga yudicial karena ada kekeliruan atau kebutuhan baru untuk meninjaunya. Pengujian Perda oleh Pemerintah atau yang dalam kajian pengujian peraturan (toetzingrecht) dikenal dengan istilah executive review lahir dari kewenangan pengawasan Pemerintah Pusat terhadap penyelenggaraan (otonomi) Pemerintahan Daerah. Pada executive review juga diuji oleh kelembagaan dan kewenangan yang bersifat hirarkis. Dalam konteks ini yang diperkenalkan dalam istilah “control internal” yang dilakukan oleh pihak sendiri terhadap produk yang dikeluarkan baik yang berbentuk pengaturan (regeling), maupun Keputusan (beschikking). Dalam rangka pengawasan terhadap daerah, UU Nomor 32 Tahun 2004 memberikan kewenangan pada Pemerintah Pusat untuk melakukan pengawasan terhadap Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabuapten/Kota. Khusus pada Pemerintah daerah Kabuapten/Kota. pengawasan dilakukan berjenjang oleh gubernur dan selanjutnya Pemerintah Pusat yang dalam hal ini adalah Kementrian Dalam Negeri. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah juga mengatur mengenai pengawasan terhadap Pemerintahan daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pembentukan produk hukum daerah juga mengatur lebih lanjut mengenai pengawasan terhadap Pemerintah daerah. Keberadaan executive review terhadap Perda masih menjadi polemik di negara Indonesia. Di dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang 12 Tahun 2011 menjelaskan mengenai hierarki Peraturan perundang-undangan, Perda Kabupaten/Kota merupakan peraturan yang berada di bawah Undang-Undang. Pada pasal 24A Ayat (1) UUD 1945 yaitu, “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, dan mempunyai wewenang lainya yang diberikan oleh undang-undang. Pengujian Perda Kabupaten/Kota semestinya adalah kewenangan MA, tetapi hingga kini pemerintah masih mengakui kewenangan Kemendagri untuk melakukan pengujian terhadap Perda Kabupaten/Kota hal dapat dilihat dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah Nomor 1 Tahun 2014. Penulis : Drs. RAHMAT JUNAIDI, S.H., M.H. (Kepala Bagian Pengawasan dan Dokumentasi Hukum pada Biro Hukum SETDA Provinsi Kalimantan Tengah) |