Bagaimana sikap orang yang beriman dalam menghadapi musibah?

#TantanganGuruSiana

#Tantangan365 Hari Yang Ke- 304

Ketika orang-orang yang beriman sudah mengiqrarkan diri beriman iman kepada Allah Subhanahu Wata’ala, maka disaat itulah ia harus bersiap dengan segala konsekwensinya karena beriman kepada Allah. Ia harus siap menerima segala resiko dari ucapan imannya tersebut.

Dalam menjalani kehidupan ini banyak tantangan, rintangan, hambatan yang akan kita lalui. Hidup ini tidak selalu mulus dan berjalan sesuai dengan keinginan kita. Yang tak kalah penting kita ingat adalah setiap orang yang beriman sudah pasti akan ditimpa berbagai macam musibah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 155.

Terjemahan :Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

Oleh karena itu, apapun musibah yang menimpa orang-orang yang beriman mereka siap untuk menghadapinya dan menerimanya. Mereka tidak akan mengeluh menghadapi semua itu. Mereka tidak akan protes dengan musibah yang mereka hadapi.

Mengapa orang-orang yang beriman tidak mengeluh menghadapi semua musibah yang menimpa mereka? Kuncinya adalah terletak pada kesabaran yang mereka miliki. Selain kesabaran yang dimiliki oleh orang yang beriman menghdapi musibah adalah keyakinan bahwa apa pun yang terjadi dan menimpa mereka semuanya berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah.

Dalam qur’an surat al-Baqarah ayat 156 Allah berfirman :

Terjemahan : (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun".

Solok, 16 Desember 2020

Bagaimana sikap orang yang beriman dalam menghadapi musibah?
Ilustrasi Musibah. ©2021 Merdeka.com/Pexels.com-cottonbro

SUMUT | 28 September 2021 13:00 Reporter : Ibrahim Hasan

Merdeka.com - Kehidupan manusia memang tak bisa lepas dari ujian dan cobaan. Sudah sebuah kewajaran bagi keberadaan umat manusia. Namun musibah yang datang tidak serta-merta sebagai hal yang buruk. Datangnya musibah juga dapat mengandung hikmah di balik terjadinya. Seorang yang menjalani musibah cenderung beranggapan bahwa musibah adalah penderitaan dalam kehidupan.

Baik itu musibah, teguran, hingga bencana, merupakan sebuah cobaan dari Allah SWT. Tinggal bagaimana cara menghadapi musibah dalam islam untuk kemudian diterapkan. Menyikapi kondisi tertimpa musibah tidak sembarangan. Semuanya sudah termaktub sebagai pedoman cara menghadapi musibah dalam islam.

Praktik cara menghadapi musibah dalam islam yang benar akan menjadikan terjadinya musibah menjadi konteks mendapatkan keberkahan. Mulai dari berserah diri, hingga menjadikannya sebuah pelajaran.

Oleh karenanya, berikut merdeka.com rangkum cara menghadapi musibah dalam islam yang dapat dipraktikkan untuk membantu meringankan penderitaan, melansir dari laman Kementerian Agama RI, Selasa, 28/09/2021.

2 dari 3 halaman

Bagaimana sikap orang yang beriman dalam menghadapi musibah?

©2021 Merdeka.com/Pexels.com-ahmed akacha

1. Sabar menghadapi musibah

Sabar menurut Imam Suyuthi dalam Tafsir al-Jalalain adalah menahan diri terhadap apa-apa yang Anda benci. Sabar menjadi cara menghadapi musibah dalam islam yang harus diterapkan.

Sikap ini lah yang wajib dimiliki saat seseorang menghadapi musibah. Selain itu, disunnahkan ketika terjadi musibah mengucapkan kalimat istirja’ (Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun ).

Allah SWT berfirman, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. (QS al-Baqarah:155-156)

Dengan demikian, musibah dan bersabar sudah dijadikan satu ikatan yang harus diterapkan pada manusia. Meninggalkan sikap sabar dengan berputus asa atau berprasangka buruk tidak akan memberikan kebaikan di masa depan.

Pasalnya putus asa merupakan sifat berburuk sangka kepada Allah. Berprasangka buruk kepada manusia saja dilarang, apalagi kepada sang pencipta.

2. Selalu berikhtiar

Ikhtiar ialah tetap melakukan berbagai usaha untuk memperbaiki keadaan. Ikhtiar menjadi sebuah upaya lahiriah dalam mempraktikkan cara menghdapi musibah dalam islam. Seorang muslim tidak boleh hanya diam saja, atau pasrah berpangku tangan menunggu bantuan datang.

Dengan demikian, beriman kepada ketentuan Allah tidaklah berarti kita hanya diam termenung meratapi nasib, tanpa berupaya mengubah apa yang ada pada diri kita. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS ar-Ra’du: 11)

Rasulullah SAW pun memberi petunjuk bahwa segala bahaya wajib untuk dihilangkan. Contohnya ketiadaan logistik, robohnya masjid, rusaknya tempat tinggal, rusaknya sekolah, dan sebagainya. Nabi SAW bersabda, ”Tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri sendiri dan bahaya bagi orang lain.” (HR Ibnu Majah)

3. Perbanyak berdoa dan berzikir
Memperbanyak doa dan zikir bagi orang yang tertimpa musibah merupakan cara menghadapi musibah dalam Islam. Orang yang mau berdoa dan berzikir lebih mulia di sisi Allah daripada orang yang tidak mau atau malas berdoa dan berzikir.

Rasululah SAW menuntunkan doa bagi orang yang tertimpa musibah, “Allahumma ajurnii fii mushiibatii wa-akhlif lii khairan minhaa.” (Ya Allah, berilah pahala dalam musibahku ini, dan berilah ganti bagiku yang lebih baik daripadanya.) (HR Muslim)

Sedangkan zikir akan membuat hati orang yang sedang gelisah atau stress menjadi tentram. Zikir dianalogikan sebagai air es sejuk yang dapat mendinginkan tenggorokan pada saat cuaca panas terik di padang pasir. Allah SWT berfirman, “Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS ar-Ra’du: 28). Hal inilah mengapa doa dan zikir menjadi cara menghadapi musibah dalam islam.

Zikir yang dianjurkan misalnya bacaan istighfar,”Astaghfirullahal ‘azhiem”. Sabda Nabi SAW, “Barangsiapa yang senantiasa beristighfar, maka Allah akan memberinya jalan keluar bagi kesempitannya, akan membebaskannya dari kesedihan, dan akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (HR. Abu Dawud).

3 dari 3 halaman

Bagaimana sikap orang yang beriman dalam menghadapi musibah?
©2021 Merdeka.com/Pexels.com-alexander zvir

4. Mengetahui hikmah di balik musibah
Mengetahui hikmah atau rahasia di balik musibah akan menjadi  ketangguhan mental yang sempurna bagi orang yang terkena musibah. Hikmah musibah di antaranya ialah diampuninya dosa-dosa. Sabda Rasulullah SAW, “Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah tertusuk duri atau lebih dari itu, kecuali dengannya Allah akan menghapus sebagian dosanya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Contohnya adalah Muslim yang mati kecelakaan pesawat atau tertimpa tembok, tergolong orang yang mati syahid. Sabda Nabi SAW, “Orang-orang yang mati syahid itu ada lima golongan; orang yang terkena wabah penyakit tha’un, orang yang terkena penyakit perut (disentri, kolera, dsb), orang yang tenggelam, orang yang tertimpa tembok/bangunan, dan orang yang mati syahid dalam perang di jalan Allah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Di hadits lain, Rasulullah SAW juga bersabda, “Allah akan mengampuni bagi orang yang mati syahid setiap-tiap dosanya, kecuali utang.” (HR Muslim).

Cara menghadapi musibah dalam islam ini sama halnya sebuah introspeksi diri akan hal yang telah terjadi. Menjadikan orang yang terkena musibah semakin waspada dan berhati-hati.

5. Iman dan lapang dada pada ketentuan Allah
Kewajiban mengimani bahwa musibah apapun itu seperti kecelakaan pesawat, gempa bumi, banjir, wabah penyakit telah ditetapkan Allah SWT dalam Lauhul Mahfuzh. Oleh karenanya menerima ketentuan Allah, termasuk musibah haruslah dengan lapang dada.  

Allah SWT berfirman, “Tiada salah satu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS al-Hadid: 22)

“Kita pun wajib menerima taqdir Allah ini dengan rela, sesuai sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Tirmidzi, “Sesungguhnya besarnya pahala itu seiring dengan besarnya cobaan. Sesungguhnya Allah jika mencintai satu kaum, maka Allah memberi cobaan kepada mereka. Maka barangsiapa yang ridha (terhadap cobaan itu), maka dia mendapat ridha Allah. Barangsiapa yang murka, maka dia mendapat murka Allah,” tulis KH. M. Shiddiq Al-Jawi.

Menghadapi cobaan dengan cara yang beriman dan lapang dada ternyata menjadi cara menghadapi musibah dalam islam yang menjadikan esensi tertimpa musibah menjadi berkah.

(mdk/Ibr)