Berikut yang bukan merupakan rukun shalat jum’at yang dilakukan oleh khotib adalah

Khutbah yang disampaikan Khatib. Foto: Freepik

Rukun khutbah Jumat adalah tata cara pelaksanaan ibadah sholat Jumat yang wajib dilaksanakan setiap Muslim. Rukun tersebut disyaratkan menggunakan bahasa Arab, pelaksanaan dan penuturannya harus dilakukan dengan tertib.

"Rukun adalah apa saja yang menjadikan sahnya sesuatu dan ia termasuk bagian darinya. Seperti membasuh wajah untuk wudlu dan takbiratul ihram untuk shalat." (Abdul Hamid Hakim, 1929:7).

Untuk mengetahui lebih dalam tentang rukun khutbah Jumat, mari simak penjelasan berikut ini:

Rukun khutbah Jumat adalah unsur yang termasuk dalam khutbah. Rukun khutbah Jumat ini meliputi lima hal, antara lain adalah:

1. Memuji Allah di Khutbah Pertama dan Kedua

Rukun khutbah Jumat yang pertama adalah memuji Allah. Yang dimaksud memberikan pujian kepada Allah adalah dengan mengucapkan lafadz seperti "Alhamdulillah", "Nahmadu lillah", "Lillahi al hamdu", "Innalhamda lillah", "Hamidu Allah", dan bisa juga dengan "Asy-syukru lillahi."

Sebagaimana dikatakan oleh Syekh Ibnu Hajar al-Haitami:

Disyaratkan adanya pujian kepada Allah menggunakan kata Allah dan lafadh hamdun atau lafadh-lafadh yang satu akar kata dengannya.

Seperti alhamdulillah, ahmadu-Llâha, Allâha ahmadu, Lillâhi al-hamdu, ana hamidun lillâhi, tidak cukup al-hamdu lirrahmân, asy-syukru lillâhi, dan sejenisnya, maka tidak mencukupi.” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Minhaj al-Qawim Hamisy Hasyiyah al-Turmusi, Jedah, Dar al-Minhaj, 2011, juz.4, hal. 246)

2. Membaca Sholawat Nabi di Kedua Khutbah.

Rukun Khutbah kedua adalah membaca sholawat nabi. Bacaan tersebut wajib dilafadzkan dengan jelas saat sholat Jumat. Paling tidak ada ucapan sholawat seperti "shalli ala Muhammad", atau "as-shalatu ala Muhammad" atau "ana mushallai ala Muhammad".

Salah satu contoh bunyi sholawat nabi yang bisa diucapkan adalah: "Allahumma sholli wa sallam alaa muhammadin wa alaa alihii wa ash haabihi wa man tabiahum bi ihsaani ilaa yaumiddiin."

Rukun kedua ini dibahas oleh Syekh Mahfuzh al-Tarmasi:

Shighatnya membaca shalawat Nabi tertentu, yaitu komponen kata yang berupa as-shalâtu beserta isim dhahir dari beberapa asma Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallama”. (Syekh Mahfuzh al-Tarmasi, Hasyiyah al-Turmusi, Jedah, Dar al-Minhaj, 2011, juz.4, hal. 248).

3. Berwasiat Ketakwaan di Kedua Khutbah.

Rukun khutbah Jumat yang ketiga adalah wajib memberikan wasiat ketakwaan.

Artinya, isi khutbah harus mengandung pesan kebaikan seperti mengajak pada ketakwaan serta menjauhi kemunkaran. Hal ini bisa diucapkan dengan kata:

  • "Athiullaha" yang berarti "taatilah Allah"

  • "Ittaqullaha" yang artinya "bertakwalah kepada Allah"

  • "Inzajiru 'anil makshiyat" yang artinya "jauhilah maksiat"

Syekh Ibrahim al-Bajuri menyatakan:

Kemudian berwasiat ketakwaan. Tidak ada ketentuan khusus dalam redaksinya menurut pendapat yang shahih.

Ucapan Syekh Ibnu Qasim ini kelihatannya mengharuskan berkumpul antara seruan taat dan himbauan menghindari makshiat, sebab takwa adalah mematuhi perintah dan menjauhi larangan, namun sebenarnya tidak demikian kesimpulannya.

Akan tetapi cukup menyampaikan salah satu dari keduanya sesuai pendapatnya Syekh Ibnu Hajar. Tidak cukup sebatas menghindarkan dari dunia dan segala tipu dayanya menurut kesepakatan ulama”.

(Syekh Ibrahim al-bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Ibni Qasim, Kediri, Ponpes Fathul Ulum, tanpa tahun, juz.1, hal.218-219)

4. Membaca Ayat Alquran di Salah Satu Khutbah

Rukun khutbah Jumat yang keempat adalah membaca ayat suci Alquran dalam salah satu khutbah, namun lebih utama dibaca saat sesi pertama. Jika diterjemahkan, ayat ini harus dibaca setidaknya satu kalimat lengkap. Bukan potongan ayat yang jika diartikan tidak dapat dimengerti maksudnya.

Hal ini dijelaskan oleh Syekh Abu Bakr bin Syatha:

Rukun keempat adalah membaca satu ayat yang memberi pemahaman makna yang dapat dimaksud secara sempurna, baik berupa janji-janji, ancaman, hikmah atau cerita.

Mengecualikan seperti ayat “tsumma nadhara”, atau “abasa” karena tidak memberikan kepahaman makna secara sempurna.

Membaca ayat lebih utama dilakukan di khutbah pertama dari pada ditempatkan di khutbah kedua, agar dapat menjadi pembanding keberadaan doa untuk kaum mukminin di khutbah kedua.” (Syekh Abu Bakr bin Syatha, I’anatut Thalibin, juz.2, hal.66, cetakan al-Haramain-Surabaya, tanpa tahun).

5. Berdoa untuk Kaum Mukmin di Khutbah Terakhir

Rukun khutbah Jumat yang terakhir adalah mendokan kaum mukminan yang disyaratkan isi kandungannya mengacu pada nuansa akhirat. Misalnya:

  • "Allahumma ajirna minannar" yang artinya "ya Allah semoga engkau menyelamatkan kami dari neraka."

  • "Allahumma ighfir lil muslimin wal muslimat" yang artinya "ya Allah ampunilah kaum muslimin dan muslimah."

Sebagaimana dibahas dalam pernyataan berikut:

Rukun kelima adalah berdoa yang bersifat ukhrawi kepada orang-orang mukmin, meski tidak menyebutkan mukminat berbeda menurut pendapat imam al-Adzhra’i,

meski dengan kata, semoga Allah merahmati kalian, demikian pula dengan doa, ya Allah semoga engkau menyelamatkan kita dari neraka, apabila bermaksud mengkhususkan kepada hadirin,

doa tersebut dilakukan di khutbah kedua, karena mengikuti ulama salaf dan khalaf.” (Syekh Zainuddin al-Malibari, Fathul Mu’in Hamisy I’anatut Thalibin, Surabaya, al-Haramain, tanpa tahun, juz.2, hal.66).

Ilustrasi khutbah Shalat Jumat, sumber foto: https://www.pexels.com/

Mengutip Jurnal Status Hukum Tertib dalam Rukun Dua Khutbah Jum'at: Telaah Kritis Fiqih Klasik yang ditulis oleh Multazim AA. (2019), khutbah berarti pidato, ajaran, atau nasihat. Sementara itu Jumat menjadi nama hari ketujuh dari seminggu.

Khutbah Jumat adalah tata cara pelaksanaan ibadah sholat Jumat yang disertai dengan syarat dan rukun. Khutbah Jumat juga bisa didefinisikan sebagai pidato tentang nasihat yang disampaikan oleh seorang khatib di hari Jumat.

Sementara itu Sholat Jumat merupakan ibadah pengganti sholat dzuhur yang wajib dikerjakan bagi laki-laki Muslim setiap Jumat. Jika sholat dzuhur dikerjakan dalam empat rakaat, sholat Jumat hanya didirikan sebanyak dua rakaat.

Khutbah Jumat kerap dijadikan sarana untuk memberikan nasihat kepada jamaah dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Itu karena khutbah tersebut bersifat rutin dan dihadiri berjamaah oleh umat Islam.

Kewajiban kaum Muslimin dalam mengikuti sholat serta rukun khutbah Jumat dimuat dalam hadits shahi berikut:

"dari Nafi’ dari Ibnu Umar beliau berkata: adalah Rasulullah SAW berkhutbah dihari Jum’at sambil berdiri, kemudian duduk, kemudian berdiri kembali. Ia berkata: “sebagaimana orang-orang lakukan sekarang ini." (Muslim, TT:342).

Rukun Khutbah Jumat . Foto: Freepik

Di sisi lain, khatib adalah perwakilan atau fardhu kifayah yang bertugas memberikan nasihat, peringatan, ajaran, atau dakwah. Seorang khatib harus menggunakan pakaian yang pantas ketika khutbah ataupun di luar khutbah.

Seorang khatib juga harus memiliki keterampilan bahasa yang baik agar jamaah dapat mengerti pesan yang disampaikan dalam khutbah. Ketika berkhutbah, khatib juga harus menggunakan tema yang bermanfaat dan relevan dengan keislaman.

Mengutip Jurnal Metodologi Khutbah dan Retorika Dakwah yang ditulis Drs. H. Suparman Usman, S.H.,(1995), isi khutbah Jumat yang baik harus diupayakan sebagai berikut:

  • Masalah yang dikemukakan bersifat aktual, cocok dengan kondisi, situasi, dan waktu yang dialami masyarakat jamaah Jumat tersebut.

  • Khutbah Jumat meningkatkan ketaqwaan serta kualitas di bidang ekonomi, pendidikan, dan kemasyarakatan.

  • Menekankan persatuan, tidak memecah belah dan tidak membesarkan perbedaan.

  • Tidak menyinggung kehormatan atau nama baik seseorang.

Ilustrasi Rukun Khutbah Jumat foto: Unsplash

Menurut buku Hukum-hukum Terkait Ibadah Shalat Jumat tulisan Ahmad Sarwat, Lc., MA (2018), ada beberapa sunnah dalam khutbah Jumat.

Sebagian disepakati para ulama, lalu sebagian lainnya tidak disepakati kesunahannya. Berikut sunnah khutbah Jumat selengkapnya:

1. Khutbah di Atas Mimbar

Seorang khatib disunnahkan untuk berdiri di atas mimbar ketika menyampaikan khutbah Jumat. Sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah SAW setiap beliau menyampaikan khutbah, yakni naik ke atas mimbar.

Posisi mimbar diutamakan di sebelah kanan dari imam saat menghadap ke kiblat, layaknya mimbar Nabi Muhammad SAW. Apabila tidak ada mimbar, khatib disunnahkan naik ke atas benda tinggi agar bisa memandang semua jamaah.

2. Menghadapkan Wajah Kepada Jamaah

Hendaknya khatib menghadapkan wajah kepada jamaah yang mengikuti shalat Jumat dan tidak menundukkan wajahnya. Sebagaimana tercatat dalam hadis berikut:

"Dari Adi bin Tsabit dari ayahnya bahwa Nabi SAW bila berdiri di atas mimbar, beliau menghadapkan wajahnya kepada wajah para shahabatnya." (HR. Ibnu Majah)

Di samping itu, hadirin juga disunnahkan untuk menghadapkan wajah kepada khatib, tidak menutup mata, tidak menundukkan wajah, dan tidak tidur.

Khatib yang membaca teks sebaiknya tidak menunduk terus-menerus. Mereka harus melihat kepada hadirin dan berkomunikasi lewat pandangan mata.

3. Mengawali dengan Salam

Mengawali khutbah dengan salam merupakan sunnah yang bisa dikerjakan khatib. Salam sebaiknya dilakukan usai berada di atas mimbar, sebelum duduk mendengar adzan.

"Dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah SAW apabila telah naik ke atas mimbar, beliau mengucapkan salam." (HR. Ibnu Majah )

4. Mengeraskan Suara Ketika Khutbah

Khatib disunnahkan untuk mengeraskan suara saat berkhutbah. Tujuannya agar jamaah dapat mendengarkan khutbah dengan jelas. Salah satu hadis menyebutkan bahwa Rasulullah SAW melaksanakan sunnah ini:

"Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahunahu bahwa Rasulullah SAW apabila khutbah, kedua matanya memerah, suaranya keras, emosinya kuat, mirip komandan pasukan."(HR. Muslim)

Hendaknya khatib menyingkat khutbah agar orang yang punya hajat bisa segera menyelesaikannya. Khutbah juga dapat dipersingkat untuk mencegah jamaah merasa bosan, mengantuk, atau tertidur. Seperti yang tertulis dalam hadis berikut:

Dari Ammar bin Yasir radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Sesungguhnya panjangnya shalat seseorang dan pendeknya khutbah bagian dari kefahamannya. Maka panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khutbah." (HR. Muslim)

6. Berpegangan Pada Tongkat atau Busur Panah

Sebagian besar ulama berpendapat bahwa memegang tongkat atau busur panah adalah sunnah. Hal ini dimuat dalam hadis, yang berbunyi:

"Aku bertamu ke Rasulullah SAW dan menginap beberapa hari. Kami sempat ikut mendengarkan khutbah Jumat Rasulullah SAW. Beliau SAW berpegangan pada tongkat atau busur panas, memuji Allah dan menyampaikan kalimat yang singkat, baik dan berkah." (HR. Ibnu Majah)

7. Berdiri Ketika Berkhutbah

Seorang khatib disunnahkan untuk berdiri ketika menyampaikan khutbah. Seperti yang dimuat dalam surat berikut:

"Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan, dan Allah sebaik-baik pemberi rezeki."[Surat Al-Jum’ah 11.]

Ilustrasi Khutbah Jumat foto: Unsplash

Syarat dan Fungsi Khutbah Jumat

Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan khutbah Jumat adalah sebagai berikut:

  • Waktu khutbah Jumat dimulai usai masuk waktu zuhur, yakni setelah tergelincirnya matahari.

  • Khatib menyampaikan khotbah dengan cara berdiri, namun jika tidak mampu dibolehkan untuk duduk.

  • Khutbah disampaikan dengan suara keras dan jelas agar terdengar oleh jamaah.

  • Khutbah Jumat dilaksanakan dengan tertib dan berurutan.

Khutbah yang dilakukan oleh seorang khatib memiliki beberapa fungsi utama, di antaranya:

  • Media bagi kaum Muslim untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

  • Syiar untuk menyampaikan nilai-nilai kebaikan yang diperintahkan Allah dan rasul-Nya dalam kehidupan.

  • Tempat menyeru orang banyak untuk berbuat kebaikan dan beramal saleh.

  • Sarana penyampaian hukum-hukum agama kepada masyarakat luas.


Page 2