Semakin tinggi tingkat bunga import modal semakin tinggi kurs dalam negeri turun disebut

Inflasi adalah suatu keadaan di mana harga naik secara umum dan terus menerus. Keadaan inflasi akan berbeda dari waktu ke waktu dan dari suatu negara ke negara lainnya. Ada empat golongan inflasi, yaitu ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Pada inflasi ringan, kenaikan harga masih di bawah angka 10% setahun. Pada inflasi sedang, kenaikan harga antara 10%-30% setahun. Pada inflasi berat, kenaikan harga antara 30%-100% setahun. Pada hiperinflasi atau inflasi tak terkendali, kenaikan harga berada di atas 100% setahun

Inflasi dapat terjadi karena berbagai hal sebagai berikut.

    1. Ketidakseimbangan pengeluaran agregat dibandingkan dengan kemampuan perusahaan dalam menyediakan barang-barang.
    2. Tuntutan kenaikan upah oleh pekerja yang menyebabkan harga pokok barang bertambah.
    3. Kenaikan harga-harga barang yang diimpor.
    4. Pengeluaran uang yang bertambah secara berlebihan tanpa diikuti oleh pertambahan produksi dan penawaran barang.
    5. Kekacauan politik dan ekonomi

Masalah Neraca Perdagangan dan Neraca Pembayaran

Neraca Perdagangan atau balance of trade adalah ikhtisar yang menunjukkan selisih antara nilai transaksi ekspor dan impor suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Biasanya kurun waktunya satu tahun. Neraca perdagangan suatu negara yang positif menunjukkan negara itu mengalami ekspor yang nilai moneternya melebihi impor. Terjadi surplus perdagangan. Sementara itu, neraca perdagangan

suatu negara yang negatif menunjukkan nilai moneter impornya melebihi nilai moneter ekspor. Terjadi defisit perdagangan.

Neraca pembayaran adalah suatu ikhtisar yang menunjukkan aliran pembayaran yang dilakukan dari negara-negara lain ke dalam negeri dan dari dalam negeri ke negara lain dalam satu tahun tertentu. Aliran itu mencakup hal-hal berikut.

  1. Aliran penerimaan ekspor serta pembayaran impor barang dan jasa.
  2. Aliran penanaman modal asing dan pembayaran penanaman modal asing.
  3. Aliram keluar masuk modal jangka pendek seperti deposito diluar negeri.

Neraca pembayaran bermaslaah ketika neraca pembayaran mengalami defisit. Artinya, pembayaran ke luar negeri melebihi penerimaan dari luar negeri. Hal ini dapat disebabkan oleh impor lebih besar daripada ekspor dan aliran modal terlalu banyak ke luar negeri.

Neraca pembayaran yang defisit dapat menimbulkan akibat sebagai berikut.

  1. Penurunan kegiatan ekonomi dalam negeri karena penggunaan barang impor.
  2. Harga valuta asing meningkat.
  3. Harga barang impor bertambah mahal.
  4. Kegairahan pengusaha berkurang dalam penanaman modal dan membangun usaha baru.

Masalah Kemiskinan dan Pemerataan

Pada akhir tahun 1996 jumlah penduduk miskin Indonesia sebesar 22,5 juta jiwa atau sekitar 11,4% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Namun, sebagai akibat dari krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak pertengahan tahun 1997, jumlah penduduk miskin pada akhir tahun itu melonjak menjadi sebesar 47 juta jiwa atau sekitar 23,5% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia. Pada akhir tahun 2000, jumlah penduduk miskin turun sedikit menjadi sebesar 37,3 juta jiwa atau sekitar 19% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia.

Dari segi distribusi pendapatan nasional, penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan. Sebagian besar kekayaan banyak dimiliki kelompok berpenghasilan besar atau kelompok kaya Indonesia.

Krisis Nilai Tukar

Krisis mata uang yang telah mengguncang Negara-negara Asia pada awal tahun 1997, akhirnya menerpa perekonomian Indonesia. Nilai tukar rupiah yang semula dikaitkan dengan dolar AS secara tetap mulai diguncang spekulan yang menyebabkan keguncangan pada perekonomian yang juga sangat tergantung pada pinjaman luar negeri sector swasta. Pemerintah menghadapi krisis nilai tukar ini dengan melakukan intervensi di pasar untuk menyelamatkan cadangan devisayang semakin menyusut.

Pemerintah menerapkan kebijakan nilai tukar yang mengambang bebas sebagai pengganti kebijakan nilai tukar yang mengambang terkendali.

Masalah Utang Luar Negeri

Kebijakan nilai tukar yang mengambang terkendali pada saat sebelum krisis ternyata menyimpan kekhawatiran. Depresiasi penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar ASyang relative tetap dari tahun ke tahun menyebabkan sebagian besar utang luar negeri tidak dilindungi dengan fasilitas lindung nilai (hedging) sehingga pada saat krisis nilai tukar terjadi dalam sekejap nilai utang tersebut membengkak. Pada tahun1997, besarnya utang luar negeri tercatat 63% dari PDB dan pada tahun 1998 melambung menjadi 152% dari PDB.

Untuk mengatasi ini, pemerintah melakukan penjadwalan ulang utang luar negeri dengan pihak peminjam. Pemerintah juga menggandeng lembaga-lembaga keuangan internasional untuk membantu menyelesaikan masalah ini.

Masalah Perbankan dan Kredit Macet

Besarnya utang luar negeri mengakibatkan permasalahan selanjutnya pada system perbankan. Banyak usaha yang macet karena meningkatnya beban utang mengakibatkan semakin banyaknya kredit yang macet sehingga beberapa bank mengalami kesulitan likuiditas. Kesulitan likuiditas makin parah ketika sebagian masyarakat kehilangan kepercayaannya terhadap sejumlah bank sehingga terjadi penarikan dana oleh masyarakat secarabesar-besaran (rush).

Goncangan yang terjadi pada system perbankan menimbulkan goncangan yang lebih besar pada system perbankan secara keseluruhan, sehingga perekonomian juga akan terseret ke jurang kehancuran. Alasan-alasan di atas menyebabkan pemerintah memutuskan untuk menyelamatkan bank-bankyang mengalami masalah likuiditas tersebut dengan memberikan bantuan likuiditas. Namun untuk mengendalikan laju inflasi, bank sentral harus menarik kembali uang tersebut melalui operasi pasar terbuka. Hal ini dilakukan dengan meningkatnya suku bunga SBI. Kebijakan ini kemudian menimbulkan dilema karena peningkatan suku bunga menyebabkan beban bagi para peminjam (debitor). Akibatnya tingkat kredit macet di system perbankan meningkat dengan pesat. Dilema semakin kompleks di saat system perbankan mencoba mempertahankan likuiditasyang mereka miliki dengan meningkatkan suku bungan simpanan melebihi suku bunga pinjaman sehingga mereka mengalami kerugian yang berakibat pengikisan modal yang mereka miliki.

Masalah Inflasi

Masalah inflasi yang terjadi di Indonesia tidak terlepas kaitannya dengan masalah krisis nilai tukar rupiah dan krisis perbankan yang selama ini terjadi. Pada tahun 2004 tingkat inflasi Indonesia pernah mencapai angka 10,5%. Ini terjadi karena harga barang-barang terus naik sebagai akibat dari dorongan permintaan yang tinggi. Tingginya laju inflasi tersebut jelas melebihi sasaran inflasi BI

sehingga BI perlu melakukan pengetatan di bidang moneter. Pengetatan moneter tidak dapat dilakukan secara drastic dan berlebihan karena akan mengancam kelangsungan proses penyehatan perbankan dan program restrukturisasi perusahaan.

Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran

Menurunnya kualitas pertumbuhan ekonomi tahun 2005-2006 tercermin dari anjloknya daya serap pertumbuhan ekonomi terhadap angkatan kerja. Bila di masa lalu setiap 1% pertumbuhan ekonomi mampu menciptakan lapangan kerja hingga 240 ribu maka pada 2005-2006 setiap pertumbuhan ekonomi hanya mampu menghasilkan 40-50 ribu lapangan kerja. Berkurangnya daya serap lapangan kerja berarti meningkatnya penduduk miskin dan tingkat pengangguran. Untuk menekan angka pengangguran dan kemiskinan, pemerintah perlu menyelamatkan industry-industri padat karya dan perbaikan irigasi bagi pertanian.

Masalah Harga Dasar dan Harga Tertinggi

Krisis ekonomi yang pernah melanda dunia terjadi cukup lama dan diyakini bahwa mekanisme pasar tidak mampu menyelesaikan masalah ekonomi tersebut. Artinya, keseimbangan permintaan dan penawaran di pasar tidak tercapai. Pengaruh dari krisis tersebut adalah melambungnya harga berbagai jenis barang yang di butuhkan oleh produsen dan konsumen.

Salah satu campur tangan pemerintah dalam permasalahan ini ialah kebijakan pemerintah mengenai harga dasar (floor price) dan harga tertinggi (ceiling price). Tujuan penentuan harga dasar adalah untuk membantu produsen, sedangkan harga tertinggi untuk membantu konsumen. Misalnya, musim panen padi menyebabkan jumlah beras melimpah. Akibatnya, harga beras turun sehingga para petani mengalami kerugian. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah menentukan harga dasar (floor price) beras untuk membantu para petani.

Meningkatnya Permintaan Beras

Gagal panen akan menyebabkan berkurangnya penawaran beras sehingga harga beras akan naik. Tingginya harga beras akan menambah beban hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap. Untuk mengatasi pasokan beras ini, pemerintah melakukan program impor beras melalui tender terhadap beberapa perusahaan swasta nasional dan asing.

Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

Sehubungan dengan naiknya harga BBM, para pengusaha angkutan umum bus kota, angkutan kota (angkot), dan taksi mengalami penurunan pendapatan dan mengurangi laba bagi pengusaha dan para sopir. Untuk menyesuaikan kenaikan harga BBM tersebut, beberapa pengusaha angkutan umum menaikkan tarifnya secara sepihak. Tindakan ini tentu sajaakan memberatkan para konsumen.

Pengguna jasa angkutan. Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah bersama para asosiasi pengusaha angkutan melakukan penyesuaian tarif angkutan umum dengan menetapkan tarif resmi bagi para pengusaha bus kota, angkutan kota dan taksi. Besarnya tarif resmi ini tentu tidak memberatkan konsumen atau juga tidak merugikan pengusaha angkutan umum.

Masalah Monopoli

Praktik monopoli akan mengakibatkan penguasaan pasar terhadap barang atau jasa tertentu yang dihasilkan oleh satu perusahaan. Praktik monopoli seringkali merugikan masyarakat dan konsumen. Di samping itu, monopoli akan mempersempit peluang usaha bagi masyarakat lain sehingga kurang menumbuhkan semangat berwirausaha masyarakat. Perusahaan yang melakukan praktik monopoli seringkali mempermainkan dan menetapkan harga tanpa mempertimbangkan kelompok masyarakat yang memiliki usaha sejenis. Hal ini akan menghancurkan para pesaing.

Untuk menghindari kegiatan praktik monopoli, pemerintah membuat peraturan yang mengatur tentang kegiatan usaha agar menumbuhkan iklim usaha yang sehat bagi masyarakat, yaitu UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Masalah Distribusi

Jalur distribusi barang dan jasa yang panjang akan mengakibatkan tingkat harga barang menjadi tinggi dan mahal ketika sampai ke tangan konsumen. Untuk itu, beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah atau swasta untuk memperpendek jalur distribusi sehingga harga barang ketika sampai ke tangan konsumen tidak mahal. Misalnya, PT. Coca Cola Indonesia melakukan distribusi barang melalui lebih dari 120 pusat penjualan di seluruh Indonesia dan didistribusikan langsung melalui ke pedagang eceran (80% pengecer) dan grosir dan 90% masuk kategori usaha kecil.

Inflasi, Suku Bunga dan Kurs

Inflasi (Inflation)

Inflasi merupakan suatu proses kenaikan harga secara terus menerus yang terdapat dalam suatu perekonomian. Menurut Boediono (1990), inflasi diartikan sebagai kecenderungan dari harga – harga secara umum terus menerus naik (bertambah). Berikut komponen didalam memahami suatu inflasi yaitu; tingginya jumlah uang yang beredar di suatu negara, jumlah barang terbatas, atau kenaikan harga yang terus menerus.

Inflasi adalah naiknya harga-harga komoditi secara umum disebabkan oleh tidak sinkronnya antara program sistem pengadaan komoditi (produksi, penentuan harga, pencetakan uang dan lain sebagainya) dengan tingkat pendapatan yang dimiliki oleh mesyarakat. Sebenarnya inflasi bukan masalah yang terlalu berarti apabila keadaan tersebut diiringi oleh tersedianya komoditi yang diperlukan secara cukup dan ditimpali dengan naiknya tingkat pendapatan yang lebih besar dari % tingkat inflasi tersebut (daya beli masyarakat lebih besar dari tingkat inflasi). Akan tetapi manakala biaya produksi untuk menghasilkan komoditi semakin tinggi yang menyebabkan harga jualnya juga menjadi relatif tinggi sementara disisi lain tingkat pendapatan masyarakat relatif tetap maka barulah inflasi ini menjadi sesuatu yang membahayakan apalagi bila berlangsung dalam waktu yang relatif lama dengan porsi berbanding terbalik antara tingkat inflasi terhadap tingkat pendapatan (daya beli).

Dikutip dari laman resmi Bank Indonesia (BI), inflasi secara sederhana diartikan sebagai kenaikan harga secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengartikan inflasi sebagai kecenderungan naiknya harga barang dan jasa, pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus. Jika harga barang dan jasa di dalam negeri meningkat, maka inflasi mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai uang. Dengan demikian, inflasi dapat juga diartikan sebagai penurunan nilai uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum.

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Yakni indeks yang menghitung rata-rata perubahan harga dari suatu paket barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga dalam kurun waktu tertentu. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang dan jasa. Penentuan barang dan jasa dalam keranjang IHK dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) yang dilakukan BPS. Kemudian BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di 82 kota seluruh Indonesia, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang atau jasa di setiap kota.

Inflasi yang diukur IHK dikelompokkan ke 7 kelompok pengeluaran, yakni:

    1. Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
    1. Kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar
    1. Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga
    1. Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan.

Kenaikan harga barang atau jasa secara kontinyu dapat membuat daya beli masyarakat turun. Gaji atau penghasilan yang mereka dapat tidak akan cukup membeli kebutuhan hidup. Sebagai contoh biasanya emak-emak bisa membeli 1 kg cabai, begitu harga cabai melonjak, mereka mengurangi pembelian jadi setengah kilo saja.

Biasanya inflasi di Indonesia akan tinggi menjelang Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, atau terganggunya produksi akibat cuaca, dan momen lainnya. Kalau tidak ada upaya dari pemerintah, inflasi tersebut akan cenderung bergerak tak terkendali.

Kenaikan harga barang terus menerus atau inflasi terjadi bukan tanpa sebab. Secara umum, ada beberapa faktor penyebab terjadinya inflasi, antara lain:

  1. Meningkatnya jumlah permintaan atau demand pada suatu jenis barang tertentu. Saat permintaan naik, namun stok atau suplai terbatas, pasti akan terjadi lonjakan harga.

  1. Biaya produksi sebuah barang atau jasa mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan harga bahan baku maupun upah pekerja. Dari situlah, produsen akan mengambil tindakan mengerek harga jual barang atau jasa.
  2. Saat jumlah uang yang beredar di masyarakat cukup tinggi. Ketika jumlah uang yang ada di masyarakat meningkat hingga dua kali lipat, harga barang pun akan mengalami peningkatan yang setara. Hal ini disebabkan karena kenaikan daya beli masyarakat, tetapi stok barang tetap statis.

Dampak dari inflasi itu meliputi; memperburuk tingkat pendapatan dan banyaknya pengangguran. Sedangkan akibat buruk dari Inflasi itu sendiri; Menurunnya tingkat kemakmuran masyarakat (terutama bagi yang berpenghasilan tetap). Inflasi bisa berlaku lebih cepat dibandingkan kenaikan upah/gaji. Prospek pembangunan ekonomi jangka panjang terganggu cenderung mengurangi tingkat Investasi, mengurangi ekspor dan menaikkan impor, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Perdagangan internasional merupakan kegiatan perdagangan yang melewati batas- batas wilayah suatu negara. Kegiatan ini dapat berupa ekspor dan impor barang untuk bahan baku, barang setengah jadi, atau produk-produk akhir yang dibutuhkan konsumen. Terutama yang tidak dimiliki atau tidak diproduksi di dalam negeri. Bisnis internasional ini juga dapat berupa perdagangan jasa, seperti perbankan, konsultan, hotel, asuransi, travel, atau transportasi.

Jika di dalam negeri terjadi kenaikan harga, artinya harga produk dalam negeri menjadi lebih mahal. sebaliknya, jika produk dalam negeri lebih mahal dibandingkan dengan produk- produk luar negeri, maka akan menyebabkan produk domestik menjadi lebih sulit bersaing dengan produk impor.

Bagi para pelaku bisnis, kenaikan harga pun dapat memberikan keuntungan secara maksimal. Hal ini dikarenakan jumlah pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan biaya produksi. Inflasi ringan ini juga akan mendorong perekonomian negara menjadi lebih baik dengan peningkatan pendapatan nasional. Namun, ketika laju kenaikan harga lebih dari tiga puluh persen dan hampir mencapai seratus persen, maka keadaan perekonomian bisnis bisa menjadi semakin kacau.

Di sisi lain, jika laju kenaikan harga melebihi seratus persen, maka akan menyebabkan penurunan investasi saham, mendorong kenaikan suku bunga, terhambatnya pembangunan ekonomi, defisit neraca pembayaran, ketidakstabilan ekonomi, hingga menurunnya kesejahteraan masyarakat.

Tingkat inflasi yang sehat dianggap hal yang positif, karena menghasilkan peningkatan upah dan profitabilitas perusahaan. Sehingga membuat modal mengalir dalam ekonomi yang terus tumbuh. Selama segala sesuatunya bergerak secara relatif positif, maka inflasi tidak akan merugikan.

Suku Bunga (Interest Rate)

Suku bunga adalah persentase tertentu yang diperhitungkan dari pokok pinjaman yang harus dibayarkan oleh debitur dalam periode tertentu, dan diterima oleh kreditur sebagai imbal jasa. Imbal jasa ini merupakan suatu kompensasi kepada pemberi pinjaman (kreditur) karena telah merelakan debitur (peminjam dana) untuk mendapatkan manfaat dari dana yang dimilikinya, alih-alih menggunakannya untuk kepentingan yang lain.

Dalam penggunaannya di masyarakat, suku bunga umumnya dapat disaksikan pada produk-produk perbankan. Bunga dalam hal ini memungkinkan masyarakat yang kekurangan dana untuk meminjam dana dari bank. Begitupun sebaliknya, masyarakat yang kelebihan dana akan menyimpan dana ke bank atau lembaga keuangan lainnya. Masyarakat yang meminjam dana dibebankan bunga sebagai "harga" dari dana yang dipinjam. Jadi, suku bunga adalah biaya atas pinjaman.

Bank berperan sebagai "jembatan" antara kelompok masyarakat yang mengalami kelebihan dana dengan kelompok lainnya yang membutuhkan dana. Sejalan dengan itu, bank bertindak sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam, sekaligus bertindak sebagai debitur terhadap nasabah penabung. Oleh karenanya, bank memiliki kewajiban membayar bunga simpanan kepada nasabah penabung, selain harus pula menagih bunga kredit kepada nasabah peminjam.

Apabila siklus ini putus, misalnya karena terjadi kredit macet massal, maka bank-bank akan kolaps karena tak mampu membayar bunga ataupun mengembalikan dana pokok milik nasabah peminjam. Insiden seperti ini pernah terjadi di Indonesia pada era krisis moneter 1997/1998 yang mengakibatkan runtuhnya banyak sekali bank, berakhir dengan diluncurkannya bailout oleh pemerintah (BLBI), likuidasi sejumlah bank, dan merger beberapa bank lainnya (termasuk yang kini menjadi Bank Mandiri). Sebabnya, sebagian besar dana yang dikelola oleh perbankan adalah Dana Pihak Ketiga (DPK), atau dengan kata lain dana nasabah yang dititipkan ke bank melalui produk-produk seperti tabungan, deposito, dan giro. Dana milik bank sendiri biasanya terbatas sesuai kewajiban modal minimum yang ditentukan oleh bank sentral, dan nominalnya jauh lebih kecil ketimbang total DPK yang terhimpun. Dalam hal ini, untuk mencegah terjadinya insiden yang tak diinginkan, bank sentral mengemban tugas untuk menjaga stabilitas perbankan dan sistem keuangan nasional.

Naik-Turunnya Suku Bunga Fluktuasi suku bunga berpengaruh pada keinginan masyarakat untuk meminjam uang di bank. Secara teoritis, makin rendah suku bunga, maka

semakin tinggi keinginan masyarakat untuk meminjam uang di bank. Artinya, pada tingkat suku bunga rendah maka masyarakat akan lebih terdorong untuk meminjam uang di bank untuk memenuhi kebutuhan maupun untuk melakukan ekspansi usaha. Sebaliknya, saat suku bunga tinggi, maka masyarakat akan lebih cenderung menyimpan uang di bank daripada menggunakannya untuk berbelanja dan memperluas bisnis.

Dalam konteks perekonomian internasional, perubahan suku bunga juga dapat mempengaruhi persepsi dan minat investor asing untuk membawa dananya masuk ke suatu negara. Umpama suku bunga di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya, maka investor asing akan lebih tertarik untuk menanamkan dana di Indonesia dengan harapan dapat memperoleh imbal hasil lebih tinggi. Sedangkan jika suku bunga di Indonesia lebih rendah, maka investor asing akan lebih kurang tertarik untuk menanamkan modal di sini. Malah, jika suku bunga terlalu rendah, salah-salah investor domestik bisa ikut-ikutan melarikan dananya ke luar negeri (baca juga: Pengaruh Suku Bunga Terhadap Perekonomian Suatu Negara).

Dengan mempertimbangkan berbagai motivasi masyarakat tersebut diantara bermacam-macam pertimbangan lainnya, bank sentral akan mengatur naik-turunnya suku bunga acuan serta referensi suku bunga simpanan (Deposit Facility) dan pinjaman (Lending Facility) secara berkala. Perubahan suku bunga acuan dapat digunakan oleh bank-bank umum sebagai salah satu referensi dalam penentuan suku bunga bagi nasabah. Dalam prakteknya, suku bunga yang berlaku pada produk perbankan yang sampai ke tangan masyarakat seringkali tidak sama persis dengan yang telah ditentukan oleh bank sentral; tetapi suku bunga acuan menjelaskan stance (posisi) bank sentral, sehingga bank-bank umum akan cenderung mengikuti arah kenaikan/penurunannya.

Dalam ilmu kebanksentralan, suku bunga acuan merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter untuk mengendalikan jumlah uang beredar dalam sebuah perekonomian. Konkritnya:

  1. Ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar, maka mereka akan menjalankan kebijakan moneter longgar, salah satunya dengan menurunkan suku bunga. Kebijakan ini umumnya diambil untuk menanggulangi masalah penurunan inflasi atau terjadinya deflasi yang mengakibatkan terancamnya pertumbuhan ekonomi. Apabila lebih banyak uang beredar, maka masyarakat akan lebih terdorong untuk berbelanja dan melakukan ekspansi bisnis, sedemikian hingga diharapkan dapat menggairahkan perekonomian kembali.
  2. Ketika bank sentral ingin mengurangi jumlah uang beredar, maka mereka akan menjalankan kebijakan moneter ketat, salah satunya dengan menaikkan suku bunga. Kebijakan ini umumnya diambil untuk menanggulangi kenaikan inflasi yang melebihi

ekspektasi. Namun, kenaikan suku bunga tak dapat dilakukan secara sembarangan karena peningkatan biaya pinjaman dapat berefek buruk bagi perusahaan-perusahaan maupun individu.

Kurs (Excharge Rate)

Pengertian Kurs (nilai tukar) secara umum adalah nilai atau harga mata uang sebuah negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang negara lain. Definisi kurs (exchange rate) dapat juga diartikan sebagai sebuah perjanjian yang dikenal dengan nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat sekarang atau di masa depan antara dua mata uang negara yang berbeda.

Berikut ini beberapa jenis kurs :

Pengertian kurs jual adalah dimana bank atau pedagang valas membeli valuta asing. Termasuk juga jika Anda ingin menukarkan valuta asing untuk ditukar dengan mata uang negara Anda. Bisa juga disebut sebagai kurs yang berlaku jika pedagang valas membeli mata uang dari negara lain.

Pengertian kurs beli adalah dimana bank atau pedagang valas menjual valuta asing. Misalnya jika Anda ingin menukarkan mata uang negara Indonesia (Rupiah) dengan mata uang negara Amerika (Dollar).

Pengertian kurs tengah adalah istilah yang digunakan untuk gabungan antara kurs jual dan beli. Jadi kurs jual ditambah dengan kurs beli kemudian dibagi dua (rata-rata).

Berikut ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi nilai tukar mata uang suatu

negara:

Berbagai kebijakan yand dibuat oleh pemerintah suatu negara akan berpengaruh pada nilai tukar mata uang di negara tersebut. Kebijakan tersebut berfungsi sebagai kontrol untuk:

    1. Menghindari berbagai hambatan terhadap nilai tukar valuta asing.
    2. Menghindari berbagai hambatan terhadap perdagangan internasional.
    3. Upaya intervensi dalam pasar uang dengan cara jual-beli mata uang. Intervensi pasar ini dilakukan biasanya dengan alasan berikut:
      • Memudahkan perubahan nilai tukar mata uang domestik.

      • Mengkondisikan nilai tukar mata uang domestik pada batasan yang sudah ditentukan.
      • Sebagai respon terhadap hambatan yang bersifat sementara.
      • Untuk mempengaruhi variabel-variabel makro, misalnya inflasi, tingkat pendapatan, dan tingkat suku bunga.
  1. Tingkat Inflasi

Dalam pasar valuta asing, yang menjadi dasar utama adalah perdagangan internasional, baik berbentuk jasa maupun barang. Dengan begitu, perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri merupakan faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai mata uang asing. Contohnya ialah, Tiongkok merupakan mitra dagang Indonesia. Tiongkok mengalami inflasi yang cukup tinggi yang menyebabkan harga barang akan menjadi lebih tinggi. Hal ini otomatis akan mengakibatkan penurunan permintaan terhadap produk relatif.

Paritas daya beli berfungsi sebagai titik kurs yang mencerminkan hukum nilai. Inilah alasan mengapa inflasi akan memberikan dampak pada kurs mata uang suatu negara. Inflasi di suatu negara akan mengakibatkan menurunnya mata uang domestik, begitu juga sebaliknya.

  1. Perbedaan Tingkat Suku Bunga

Arus modal internasional dipengaruhi oleh perubahan tingkat suku bunga suatu negara. Dengan kata lain, kenaikan suku bunga akan memancing masuknya modal asing.

Tingkat suku bunga akan mempengaruhi operasi pasar valuta asing dan pasar uang. Ketika terjadi aktivitas transaksi, maka bank akan mempertimbangkan perbedaan suku bunga di pasar modal nasional dan global dengan pandangan yang berasal dari keuntungan.

Pihak Bank lebih memilih mendapatkan pinjaman murah di pasar uang asing dengan tingkat bunga yang lebih rendah dan tempat mata uang asing pada pasar kredit domestik jika tingkat bunganya yang lebih tinggi.

  1. Aktivitas Neraca Pembayaran

Nilai tukar mata uang juga dipengaruhi oleh neraca pembayaran. Neraca pembayaran aktif akan meningkatkan nilai mata uang domestik dengan meningkatnya jumlah debitur asing. Jika saldo pembayaran pasif, hal ini akan mengakibatkan menurunnya nilai tukar mata uang domestik sehingga debitur akan akan menjual semuanya dengan mata uang asing untuk membayar kembali kewajiban eksternal mereka.

Dampak dari neraca pembayaran diukur terhadap nilai tukar yang sudah ditentukan oleh tingkat keterbukaan ekonomi. Pembatasan impor, perubahan tarif, kuota perdagangan, dan subsidi akan mempengaruhi neraca perdagangan.

  1. Tingkat Pendapatan Relatif

Laju pertumbuhan pendapatan terhadap harga-harga luar negeri merupakan faktor lain yang mempengaruhi penawaran dan permintaan dalam pasar valuta asing. Kurs mata uang asing akan melemah ketika laju pertumbuhan pendapatan domestik membaik.

Ekspektasi nilai tukar mata uang suatu negara di masa depan juga menjadi faktor yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing. Seperti halnya pasar keuangan lainnya, pasar valas akan bereaksi cepat terhadap berbagai berita yang dianggap berdampak pada masa depan.

Sebagai contoh, berita tentang prediksi peningkatan inflasi di Amerika kemungkinan besar akan mendorong para pedagang valas melakukan aksi jual terhadap dollar. Hal ini karena diperkirakan harga dollar akan turun di masa depan. Dan reaksi ini akan langsung menekan nilai tukar dollar di pasar.

Seperti yang sudah disinggung dalam pengertian kurs di atas bahwa tujuannya adalah untuk mengukur nilai mata uang satu terhadap mata uang yang lain. Sehingga perubahan nilai pada kurs tentu akan berpengaruh terhadap bisnis yang berkaitan dengan perdagangan internasional (ekspor-impor) yang melibatkan mata uang asing.

Berikut beberapa pengaruh kurs terhadap bisnis:

  1. Pengaruh terhadap Importir

Jika Anda memiliki bisnis dibidang penjualan produk yang mengharuskan mengimpor bahan baku dari luar negeri, tentu nilai kurs sangat menentukan keuntungan yang akan Anda dapatkan. Namun, dalam kondisi rupiah yang melemah terhadap mata uang asing yang umumnya dollar, maka akan membuat perusahaan Anda mengeluarkan uang lebih banyak daripada biasanya. Jika terjadi kondisi seperti ini, maka perusahaan Anda akan mengalami kerugian jika tidak menaikkan harga jual produk.

  1. Pengaruh terhadap Eksportir

Perubahan nilai kurs lebih sering menguntungkan bagi pebisnis yang melakukan kegiatan ekspor. Nilai tukar dollar yang sering menguat menyebabkan harga jual produknya yang di ekspor keluar negeri akan semakin terjual dengan harga tinggi karena konsumen membayar dengan dollar. Tentu hal ini sangat menguntungkan.

  1. Pengaruh terrhadap Hutang Piutang

Jika nilai tukar rupiah terus melemah terhadap mata uang asing, ini akan merugikan pengusaha yang memiliki utang luar negeri. Karena nilai utangnya akan semakin tinggi juga. Jadi, sebaiknya bagi pebisnis muda menghindari utang piutang dengan luar negeri.

  1. Pengaruh terhadap Pemilik Dollar

Saat ini sudah banyak masyarakat kita yang mengumpulkan uang dollar. Tujuannya adalah untuk mendapatkan nilai tukar yang lebih tinggi daripada saat ia membeli dollar tersebut. Taktik ini sebenarnya sah-sah saja dan bisa diterapkan sebagai uang deposito perusahaan.