Berapa lama masa iddah wanita setelah bercerai

Berapa lama masa iddah wanita setelah bercerai

Ilustrasi. /Pixabay/Sammy-Sander

PIKIRAN RAKYAT - Setelah bercerai dengan mantan suami, seorang perempuan tidak bisa langsung dipinang oleh laki-laki lain.

Dalam Islam, dikenal istilah bernama Idah, yang menjadi masa 'penantian' seorang perempuan yang sudah diceraikan.

Dikutip Pikiran-Rakyat.com dari buku 'Almanak Alam Islami Sumber Rujukan Keluarga Muslim Milenium Baru' terbitan Pustaka Jaya yang ditulis oleh Rachmat Taufiq Hidayat, H. endang Saiuddin Anshari, Thomas Djamaluddin, dan Nia Kurnia, berikut penjelasannya.

Idah (Riddah) berasal dari kata “adad" yang artinya menghitung.

Baca Juga: Jadi Hak Seorang Suami, Berikut Ketentuan Rujuk Berdasarkan Islam

Adapun menurut istilah, ‘iddah adalah nama bagi masa lamanya wanita menunggu dan tidak boleh menikah setelah ditalak (yaitu talak satu atau talak dua) oleh suaminya, atau setelah ditinggal mati oleh suaminya.

Salah satu manfaat iddah adalah untuk mengetahui apakah wanita tersebut sedang mengandung atau tidak.

Selain itu, bagi wanita yang dicerai oleh suaminya, iddah dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada mantan suami agar dapat rujuk kembali kepada bekas istrinya, karena Islam sangat membenci tindakan perceraian.

Oleh Karena itu, Allah SWT melarang suami mengusir istrinya selama masa iddah itu, kecuali kalau istrinya itu berbuat keji.


Page 2

Hal itu disampaikan Allah SWT dalam firman di Q.S At-Talaq ayat 1 yang berbunyi:


يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ ۚ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَٰلِكَ أَمْرًا

Artinya: "Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu.

Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang.

Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru".

Baca Juga: Cara Menyelesaikan Syiqaq, Perpecahan Antara Suami-Istri dalam Rumah Tangga dalam Islam

Adapun ketentuan idah adalah sebagai berikut:

1. Bagi wanita yang haid (ketika dicerai itu), iddahnya tiga kali suci

Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S Al-BAqarah ayat 228 yang berbunyi:

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ


Page 3

Artinya: "Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat.

Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah.

Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf.

Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".

Baca Juga: Poligami dalam Pandangan Islam: Perikemanusiaan, Bukan Hawa Nafsu Kelamin

2. Bagi wanita yang tidak haid atau yang sudah berhenti haid (menopause), iddahnya tiga bulan.

Hal itu seperti Firman Allah SWT dalam Q.S At-Talaq ayat 4 yang berbunyi:


وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ ۚ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

Artinya: "Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.

Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya".


Page 4

3. Bagi wanita yang sedang hamil, iddahnya adalah sampai melahirkan

Hal itu juga sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S At-Talaq ayat 4 yang berbunyi:

وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ ۚ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

Artinya: "Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.

Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya".

Baca Juga: Syarat-syarat Sah Akad Nikah dalam Islam, Salah Satunya Harus Ada Wali

4. Bagi wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, iddahnya empat bulan sepuluh hari

Hal itu seperti Firman Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah ayat 234 yang berbunyi:

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ۖ فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.


Page 5

Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat".


5. Bagi wanita yang diceraikan oleh suaminya sebelum dicampuri, tidak ada iddah

Hal itu seperti Firman Allah SWT dalam Q.S Al-Ahzab ayat 49 yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا ۖ فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya.

Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya".

6. Bagi wanita hamil dan ditinggal mati oleh suaminya, iddahnya sampai melahirkan (menurut pendapat 'Umar ibn al-Khattab), atau beridah dengan idah yang lebih lama dari kedua idah itu, yaitu bersalin dan empat bulan sepuluh hari (menurut ‘Ali ibn Abi Tālib).***

Perempuan yang berpisah dengan suaminya, baik karena dicerai maupun karena ditinggal mati, memiliki masa iddah atau masa tunggu yang harus dipenuhi sebelum ia menikah kembali dengan laki-laki lain. Ada banyak hal yang tidak boleh dilakukan oleh seorang perempuan yang bercerai sampai masa iddahnya telah selesai. 


Masa iddah ini berbeda-beda tergantung bagaimana kondisi perempuan itu saat terjadinya perceraian. Perempuan yang ditinggal mati suaminya ia harus menjalani masa iddah selama empat bulan sepuluh hari.


Perempuan yang dicerai dalam keadaan hamil masa iddahnya sampai melahirkan. Perempuan yang selama hidupnya belum pernah mengalami haid dan perempuan yang sudah manupouse masa iddahnya selama tiga bulan. Sedangkan perempuan yang dicerai oleh suaminya dalam keadaan tidak hamil, sudah pernah mengalami haid dan sudah pernah berhubungan badan masa iddahnya adalah tiga kali suci.


Bila dilihat keempat masa iddah di atas bisa kita pahami bahwa masa iddah perempuan yang ditinggal mati, perempuan yang hamil, dan perempuan yang belum pernah haid atau sudah maupouse ditentukan dengan batasan waktu yang pasti seperti empat bulan sepuluh hari dan tiga bulan, atau dengan sebuah peristiwa yang terukur yakni melahirkan. Sedangkan masa iddah bagi perempuan yang dicerai suaminya tidak ditentukan dengan batasan waktu yang jelas namun dengan sebuah peristiwa yang tida bisa diukur secara pasti, yakni tiga kali suci.


Masa tiga kali suci ini tidak bisa dipastikan ukuran waktunya mengingat siklus haid seorang perempuan bisa jadi berbeda-beda satu sama lain. Apalagi bila seorang perempuan mengalami masalah hormonal yang tidak normal tidak menutup kemungkinan akan mengalami masa suci yang sangat panjang sehingga menyebabkan masa iddahnya semakin lama. Ini dikarenakan masa suci dapat terjadi dalam kurun waktu yang tidak terbatas. Berbeda dengan masa haid yang batas maksimalnya hanya lima belas hari saja.


Tentang batasan masa haid dan suci ini Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami menjelaskan batas minimal masa haid adalah satu hari satu malam, umumnya masa haid enam atau tujuh hari, dan maksimal masa haid lima belas hari lima belas malam. Sedangkan masa suci di antara dua masa haid paling cepat adalah lima belas hari, umumnya dua puluh empat atau dua puluh tiga hari, dan paling lama tidak terbatas. (Salim bin Sumair Al-Hadlrami, Safînatun Najâh, [Beirut: Darul Minhaj, 2009], halaman 29).

Baca juga Hak dan Kewajiban Perempuan Selama Masa Iddah


Permasalahannya kemudian adalah bila masa iddah ditentukan dengan batasan tiga kali suci tanpa bisa dipastikan bilangan waktunya, lalu bagaimana cara menghitung masa iddah tiga kali suci? Kapan seorang perempuan dinyatakan belum atau telah selesai menjalani masa iddah tiga kali suci?


Dalan hal ini para ulama fiqih memberikan patokan umum yang dapat digunakan untuk menentukan kapan seorang perempuan telah menyelesaikan masa iddahnya. Syekh Nawawi Banten dalam kitabnya Nihâyatuz Zain—juga ulama Syafi’iyah lainnya dalam kitab mereka—memberi patokan yang dapat digunakan untuk menghitung masa iddah sebagai berikut:


فَإِن طلقت طَاهِرا وَقد بَقِي من الطُّهْر لَحْظَة انْقَضتْ الْعدة بالطعن فِي حَيْضَة ثَالِثَة أَو طلقت حَائِضًا وَإِن لم يبْق من زمن الْحيض شَيْء فتنقضي عدتهَا بالطعن فِي حَيْضَة رَابِعَة إِذْ مَا بَقِي من الْحيض لَا يحْسب قرءا قطعا


Artinya: “Apabila seorang perempuan dicerai dalam keadaan suci dan masih tersisa sedikit waktu dari masa suci itu maka masa iddahnya berakhir pada saat masuk masa haid yang ketiga. Atau bila ia dicerai dalam keadaan haid, meskipun tidak tersisa sedikitpun masa haid, maka iddahnya berakhir pada saat masuk masa haid yang keempat, karena masa haid yang tersisa pada saat dicerai secara pasti tidak dihitung sebagai masa suci.” (Muhammad Nawawi Al-Jawi, Nihâyatuz Zain, [Bandung: Al-Ma’arif, tt], halaman 328).


Dari uraian Syekh Nawawi di atas bisa diambil satu simpulan bahwa ketika seorang perempuan dicerai suaminya dalam keadaan suci maka masa iddahnya akan berakhir pada saat pertama kali darah keluar di masa haid yang ketiga sejak jatuhnya cerai. Ini bisa digambarkan sebagai berikut:


- Seorang perempuan dicerai pada tanggal 1 Januari pada saat ia sedang dalam masa suci atau sedang tidak haid. Kondisi ini dihitung sebagai masa suci yang pertama.


- Pada tanggal 6 sampai 20 Januari ia mengalami haid. Ini adalah haid pertama sejak terjadinya perceraian.


- Pada tanggal 21 Januari sampai 5 Februari ia masuk pada masa suci yang kedua.


- Pada tanggal 6 sampai 20 Februari ia kembali haid untuk yang kedua kalinya.


- Pada tanggal 21 Februari sampai 5 Maret ia kembali suci untuk yang ketiga kali.


- Pada tanggal 6 Maret pukul 08.00 WIB keluar darah haid. Pada saat ini ia masuk pada haid yang ketiga kali sejak terjadinya perceraian. Pada saat ini pula masa iddahnya telah selesai.

Sedangkan bila ketika dicerai sang perempuan dalam keadaan tidak suci atau sedang haid maka masa iddahnya akan berakhir pada saat pertama kali darah keluar di masa haid yang keempat sejak jatuhnya cerai. Penggambaran kasus ini sebagai berikut:


- Seorang perempuan dicerai pada tanggal 1 Januari pada saat ia sedang mengalami haid. Kondisi ini dihitung sebagai haid yang pertama.


- Pada tanggal 6 sampai 20 Januari ia mengalami masa suci. Ini adalah masa suci pertama sejak terjadinya perceraian.


- Pada tanggal 21 Januari sampai 5 Februari ia mengalami haid. Ini dihitung sebagai haid yang kedua sejak terjadinya perceraian.


- Pada tanggal 6 sampai 20 Februari ia kembali suci untuk yang kedua kalinya.


- Pada tanggal 21 Februari sampai 5 Maret ia kembali haid untuk yang ketiga kali.


- Pada tanggal 6 sampai 20 Maret ia kembali suci untuk yang ketiga kali. 


- Pada tanggal 21 Maret pukul 08.00 WIB keluar darah haid. Pada saat ini ia masuk pada haid yang keempat kali sejak terjadinya perceraian. Pada saat ini pula masa iddahnya telah selesai.


Dengan kondisi seperti di atas masa iddah tiga kali suci akan terlewati dalam kisaran waktu kurang lebih sembilan puluh hari. Ini bisa terjadi apabila perempuan yang dicerai itu mengalami siklus haid yang normal sebagaimana  batasan yang disampaikan Syekh Salim Al-Hadlrami di atas.

Baca juga: Ketentuan Masa Iddah Perempuan dalam Islam


Apabila perempuan yang dicerai mengalami siklus haid yang tidak normal di mana masa sucinya sangat panjang maka bisa jadi masa iddahnya akan jauh lebih lama.


Janda yang ingin menikah lagi penting mengetahui cara menghitung masa iddah ini agar pernikahan yang hendak dilakukan untuk kali kedua dan seterusnya benar-benar menjadi perkawinan yang sah sesuai aturan syari’at Islam. Wallâhu a’lam.


Ustadz Yazid Muttaqin, alumnus Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta. Kini ia aktif sebagai penghulu di Kantor Kementerian Agama Kota Tegal.

Berapa lama masa iddah wanita setelah bercerai