Perbedaan PENDIDIKAN Islam pada masa Orde lama dan Orde Baru

Perbedaan PENDIDIKAN Islam pada masa Orde lama dan Orde Baru

Masa Pemerintahan Orde Lama. Masa Pemerintahan Orde Baru

Perbedaan PENDIDIKAN Islam pada masa Orde lama dan Orde Baru

Kebijakan Pendidikan Islam Masa Orde Baru

Perbedaan PENDIDIKAN Islam pada masa Orde lama dan Orde Baru

KLIPING SISTEM PEMERINTAHAN ORDE LAMA, ORDE BARU DAN ORDE REFORMASI

Perbedaan PENDIDIKAN Islam pada masa Orde lama dan Orde Baru

BAB II ISLAM MASA ORDE BARU

Perbedaan PENDIDIKAN Islam pada masa Orde lama dan Orde Baru

POLITIK HUKUM ISLAM PADA MASA ORDE BARU

Perbedaan PENDIDIKAN Islam pada masa Orde lama dan Orde Baru

DINAMIKA ISLAM PADA MASA ORDE BARU

Perbedaan PENDIDIKAN Islam pada masa Orde lama dan Orde Baru

CITRA RUSIA DALAM KARYA SASTRA INDONESIA PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU

Perbedaan PENDIDIKAN Islam pada masa Orde lama dan Orde Baru

Kata Kunci : Kebijakan, Pendidikan Islam, Orde Baru

Perbedaan PENDIDIKAN Islam pada masa Orde lama dan Orde Baru

DINAMIKA PENDIDIKAN ISLAM PASCA ORDE BARU

Perbedaan PENDIDIKAN Islam pada masa Orde lama dan Orde Baru

Perempuan dan Kekerasan pada Masa Orde Baru

Perbedaan PENDIDIKAN Islam pada masa Orde lama dan Orde Baru

Islam dan Demokrasi Pasca Orde Baru

Perbedaan PENDIDIKAN Islam pada masa Orde lama dan Orde Baru

HUKUM ISLAM DI INDONESIA PADA MASA ORDE BARU ( )

Perbedaan PENDIDIKAN Islam pada masa Orde lama dan Orde Baru

PEMBREDELAN PERS DI MASA ORDE BARU ( ) SKRIPSI

Perbedaan PENDIDIKAN Islam pada masa Orde lama dan Orde Baru

MALARI: STUDI GERAKAN MAHASISWA MASA ORDE BARU

Perbedaan PENDIDIKAN Islam pada masa Orde lama dan Orde Baru

Masa Transisi Periode Orde Baru ke Reformasi

Perbedaan PENDIDIKAN Islam pada masa Orde lama dan Orde Baru

IMPLEMENTASI PANCASILA PADA MASA ORDE BARU SKRIPSI

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU

Sejarah dapat memberikan landasan atau titik tolak terjadinya berbagai peristiwa. Setiap peristiwa tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dan saling berpengaruh antar peristiwa di dalam sistem gerak dan perubahan. Oleh karena itu, sejarah memberikan landasan bagi kaum pelajar dan praktis kehidupan mengamati dan mengubah dunia, baik pada masa sekarang, maupun untuk masa-masa yang akan datang. Dengan mengetahui arti dan kaedah-kaedah peristiwa yang telah terjadi pada masa yang silam, maka manusia diharapkan akan mampu menempatkan diri serta menata lingkungannya dalam usaha menciptakan kehidupan yang lebih baik, baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang.

Dengan adanya beberapa kenyataan diatas, maka dengan mempelajari sejarah pendidikan, khususnya pendidikan Islam pada masa orde lama dan baru, maka para pendidik serta Pembina pendidikan diharapkan akan memperoleh bahan-bahan pemikiran dan tindakan kearah usaha-usaha memajukan pendidikan. Dengan pandangan kepentingan dan sejarah turut mewarnai Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia maka sangat penting dalam menngenalkan, mengajarkan, mendidik dan memberikan pengertian secara kaffah tentang ajaran agama Islam kepada generasi bangsa pada khususnya mereka yang memeluk agama Islam.

Dalam lembaga pendidikan yang memegang peranan penting pada penyebaran agama Islam sangat banyak, seperti langgar, pesantren, keluarga, sekolah dan termasuk individu itu sendiri yang menentukan arah mana pendidikan yang ia pelajari. Sejarah mengatakan pendidikan Islam yang muncul pada tahun 610 Masehi yang diwahyukan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw, ketika beliau berumur 40 tahun yang kemudian berkembang dengan pesat sampai sekarang ini, merupakan petunjuk bagi orang yang menghayatinya kemudian sebagai peringatan bagi orang yang lalai.

Sesuai dengan tujuan agama Islam yakni memberikan rahmat bagi seluruh makhluk di ala mini, maka pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya pada empat pengembangan fungsi manusia, diantaranya menyadarkan manusia sebagai makhluk individu, sosial dan sebagai hamba Allah swt.

Oleh karena itulah pendidikan agama wajib disampaikan dalam pendidikan formal dan bagi para anak bangsa yang beragama Islam wajib mendapatkan materi Pendidikan Agama Islam. Ini dimaksudkan agar dapat menanamkan pendidikan karakter sejak awal. Sehingga pasca siswa atau mahasiswa meneyelesaikan studinya mampu mengaplikasikan kehidupan beragama secara mandiri dalam pergaulan sehari-hari yang berdampingan dengan warga negara sesama agama dan antar agama dengan harmonis dengan asas saling menghormati. Maka dari situlah penulis didalam makalah ini berkeinginan mengkaji, menulis dan memaparkan beberapa yang berkaitan dengan pendidikan agama Islam sehingga mengambil judul makalah PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU. 

1.    Kebijaksanaan Pendidikan Secara Umum

Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh putra bangsa, Soekarno – Hatta memberikan dampak yang sangat besar bagi pembangunan nasional Indonesia. Kesempatan itu dipergunakan oleh para tokoh nasional untuk membangun bangsa Indonesia disegala bidang. Kesungguhan untuk mengisi kemerdekaan itu terlihat ketika dibentuknya kementrian-kementrian yang sekarang dinamakan Departemen oleh pemerintah. Diantaranya ada Departemen Agama yang dulu disebut Kementrian Agama, yang didirikan pada tanggal 3 Januari 1046.

Setelah Indonesia merdeka, penyelenggaraan pendidikan agama mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah Negeri maupun Swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP).

Dengan ikut serta mengembangkan dan memberikan pendidikan agama untuk seluruh bangsa Indonesia. Diantaranya ada juga Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan mengubah sistem pendidikan dan menyesuaikan dengan keadaan yang baru. Dengan segera mentri PP dan K pertama Indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara, mengeluarkan instruksi umum yang memerintahkan kepada semua kepala sekolah dan guru untuk :

a.    Mengibarkan Sang Merah Putih setiap hari di halaman sekolah

b.    Menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya

c.    Menurunkan bendera Jepang dan menghentikan nyanyian lagu kebangsaan Jepang (Kemigayo)

d.   Mengahapus bahasa dan upacara yang berasal dari Jepang

e.    Memberikan semangat kebangsaan kepada murid.

Perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan merupakan perubahan yang bersifat mendasar, yaitu perubahan yang menyangkut penyesuaian kebijakan pendidikan dengan dasar dan cita-cita bangsa Indonesia yang merdeka. Oleh karena itu, perjalanan sejarah Pendidikan Islam di Indonesia semenjak Indonesia merdeka samapai tahun 1965 yang lebih dikenal dengan masa Orde Lama (Orla), akan berbeda dengan tahun 1965 sampai sekarang yang lebih dikenal dengan Orde Baru sampai sekarang.

Dalam jangka waktu beberapa tahun di awal berdirinya kementrian agama, telah dikeluarkan berbagai peraturan  yang menentukan tugas serta ruang lingkup kementrian agama. Meskipun ruang lingkupnya tetap sama, rumusannya sudah beberapa kali berubah. Tujuan dan fungsi Departemen Agama yang dirumuskan pada tahun 1967 adalah sebagai berikut:

1.    Mengurus serta mengatur pendidikan agama di sekolah-sekolah, serta membimbing perguruan-perguruan agama.

2.    Mengikuti dan memperhatikan hal yang bersangkutan dengan agama dan keagamaan.

3.    Memberi penerangan dan penyuluhan agama.

4.    Mengurus dan mengatur peradilan agama serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan hokum agama.

5.    Mengurus dan memperkembangkan IAIN, perguruan tinggi agama swasta dan pesantren luhur, serta mengurus dan mengawasi pendidikan agama pada perguruan-perguruan tinggi.

6.    Mengatur, mengurus, dan mengawasi penyelenggaraan ibadah haji.

Sebagaimana telah disebutkan diatas, salah satu tugas penting yang dilakukan Departemen Agama adalah menyelenggarakan, membimbing, dan mengawasi pendidikan agama. Lembaga-lembaga pendidikan Islam sudah berkembang dalam beberapa bentuk sejak zaman penjajahan Belanda. Salah satu bentuk pendidikan Islam tertua di Indonesia adalah pesantren yang tersebar diberbagai pelosok.

Dengan berkembangnya pemikiran pembaharuan dalam Islam di awal abad ke-20, persoalan administrasi dan organisasi pendidikan mulai mendapat perhatian dari beberapa kalangan atau organisasi. Pada umumnya,madrasah dibagi menjadi dua jenjang, yaitu tingkat dasar yang dinamakan dengan madrasah Ibtidaiyah selama 5-7 tahun dan tingkat lanjutan yang dinamakan madrasah tsanawiyah selama 3-5 tahun.

Haji Mahmud Yunus, yang dizaman Belanda memimpin sekolah Normal Islam di Padang, menyusun rencana pembangunan pendidikan Islam. Ketika itu beliau menduduki sebagai seksi Islam dari Kantor Agama Provinsi. Dalam rencananya antara lain; Ibtidaiyah selama 6 tahun, Tsanawiyah Pertama 4 tahun, dan Tsanawiyah Atas 4 tahun. Mahmud Yunus menyarankan agar pelajaran agama diberikan di sekolah-sekolah “umum” yang disetujui oleh konferensi pendidikan di Padang. Akan tetapi semua yang dilakukannya mengalami kemandegan karena terjadi aksi militer Belanda kedua. Setelah selesai barulah dimulai kembali usaha untuk mengkoordinasi sekolah-sekolah agama diseluruh Indonesia.

Banyak lembaga pendidikan agama yang didirikan , seperti Madrasah Ibtidaiyah (6 tahun), Tsanawiyah (4 tahun), Aliyah (3 tahun), Sekolah Guru Agama Islam (5 tahun bagi lulusan Sekolah Dasar baik umum maupun agama, 2 tahun bagi lulusan SMP atau Tsanawiyah), Sekolah Guru, dan Hakim Agama Islam/ SGHA (4 tahun bagi lulusan SMP atau Tsanawiyah). Dua sekolah yang terakhir mengalami perubahan pada tahun 1953. PGA menjadi 6 tahun, sedangkan SGHA dihapuskan tahun 1954 dan digantikan dengan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) selama 4 tahun.

Untuk mengadakan penyesuaian dengan cita-cita tersebut, maka bidang pendidikan mengalami perubahan, terutama dalam landasan idealnya, tujuan pendidikan, sistem persekolahan dan kesempatan belajar yang diberikan kepada rakyat Indonesia. Dengan segala kesungguhannya pemerintah orde lama memberikan perhatian pada pendidikan Nasional bangsa. Setelah Indonesia merdeka, terutama setelah berdirinya Departemen Agama, persoalan pendidikan agama Islam mulai mendapat perhatian lebih serius. Badan Pekerja Komite Nasional Pusat dalam bulan Desember 1945 menganjurkan agar pendidikan madrasah diteruskan.

Tindakan pertama yang diambil oleh pemerintah ialah menyesuaikan pendidikan dengan tuntutan dan aspirasi rakyat sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 yang berbunyi:

2)        Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran.

3)        Pemerintah mengusahakan suatu sistem pengajaran Nasional yang diatur dengan undang-undang.

Pasal diatas mengandung maksud:

a)    Mengambil langkah-langkah pertama sebagai usaha persiapan untuk mewujudkan kewajiban belajar, bila keadaan telah mengizinkan.

b)    Mengharuskan untuk mendasarkan segala usaha-usaha dilapangan pendidikan dan pengajaran pada dasar Nasional.

Usaha selanjutnya mengadakan kongres pendidikan di Solo 1947. Pada tahun 1948 dibentuk panitia pembentukan rencana undang-undang pokok pendidikan dan pengajaran. Panitia ini juga diketuai oleh Ki Hajar Dewantara. Tahun 1949 diadakan kongres pendidikan kedua di Yogyakarta akhirnya, pada tahun 1950 lahirlah undang-undang tentang dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah yang disingkat menjadi UUPP. Undang-undang ini seluruhnya terdiri dari 17 Bab dan 30 pasal.

Didalam UUPP tersebut dicantumkan tujuan dan dasar-dasar pendidikan dan pengajaran yang dicantumkan pada bab II pasal 3, yang berbunyi :

“Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”

Dasar pendidikan dan pengajaran tercantum pada bab III pasal 4 berbunyi:

“Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termasuk dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan atas kebudayaan bangsa Indonesia.”

2.    Keadaan Pendidikan Islam Pada Masa Orde Lama

Pendidikan menurut Islam atau pendidikan Islami, yaitu pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dan ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam pengertian ini pendidikan Islam dapat berwujud pemikiran dan teori pendidikan yang mendasarkan diri atau dibangun dan dikembangkan dari sumber-sumber tersebut.

Ada 2 hal yang penting berkaitan dengan pendidikan Islam pada masa orde lama, yaitu pengembangan dan pembinaan madrasah dan pendidikan Islam di sekolah umum.

a. Perkembangan dan Pembinaan Madrasah

Perkembangan madrasah tak lepas dari peran Departemen Agama sebagai lembaga yang secara politis telah mengangkat posisi madrasah sehingga memperoleh perhatian yang terus menerus dari kalangan pengambil kebijakan. Walau tak lepas dari usaha keras yang sudah dirintis oleh sejumlah tokoh agama seperti Ahmad Dahlan, Hasyim Asy`ari dan Mahmud Yunus. Dengan perkembangan politis dan zaman, Departemen Agama secara bertahap terus menerus mengembangkan program-program peningkatan dan perluasan ases serta peningkatan mutu madrasah.

Madrasah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan diakui oleh negara secara formal pada tahun 1950. Undang-undang No. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah, pada pasal 10 menyatakan bahwa untuk mendapatkan pengakuan Departemen Agama, madrasah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok paling sedikit 6 jam seminggu secara teratur disamping pelajaran umum.

Dengan persyaratan tersebut, diadakan pendaftaran madrasah yang memenuhi syarat. Jenjang pendidikan pada sistem madrasah pada masa itu terdiri dari tiga jenjang.

1) Madrasah Ibtidaiyah dengan lama pendidikan 6 tahun

2) Madrasah Tsanawiyah Pertama pendidikan 4 tahun

3) Madrasah Tsanawiyah Atas pendidikan 4 Tahun.

Sedangkan kurikulum madrasah terdiri dari sepertiga pelajaran agama dan sisanya pelajaran umum. Rumusan kurikulum seperti itu bertujuan untuk merespon pendapat umum yang menyatakan bahwa madrasah tidak cukup hanya mengajarkan agama saja, tetapi juga harus mengajarkan pendidikan umum, kebijakan seperti itu untuk menjawab kesan tidak baik yang melekat kepada madrasah, yaitu pelajaran umum madrasah tidak akan mencapai tingkat yang sama bila dibandingkan dengan sekolah umum.

Perkembangan madrasah yang cukup penting pada masa Orde Lama adalah berdirinya madrasah Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN). Tujuan pendiriannya untuk mencetak tenaga-tenaga profesional yang siap mengembangkan madrasah sekaligus ahli keagamaan yang profesional. PGA pada dasarnya telah ada sejak masa sebelum kemerdekaan. Khususnya di wilayah Minangkabau, tetapi pendiriannya oleh Departemen Agama menjadi jaminan strategis bagi kelanjutan madrasah di Indonesia.

Sejarah perkembangan PGA dan PHIN bermula dari progam Departemen Agama yang secara tehnis ditangani oleh Bagian Pendidikan. Pada tahun 1950, bagian itu membuka dua lembaga pendidikan dan madrasah profesional keguruan:

a.    Sekolah Guru Agama Islam (SGAI), SGAI terdiri dari dua jenjang:

1)      jenjang jangka panjang yang ditempuh selama 5 tahun dan diperuntukkan bagi siswa tamatan SR/MI, dan

2)      Jenjang jangka pendek yang ditempuh selama 2 tahun diperuntukkan bagi lulusan SMP/Madrasah Tsanawiyah.

b.   Sekolah Guru Hakim Agama Islam (SGHAI), SGHAI ditempuh selama 4 tahun diperuntukkan bagi lulusan SMP/Madrasah Tsanawiyah. SGHAI memilki empat bagian:

a)        Bagian "a" untuk mencetak guru kesusastraan

b)        Bagian "b" untuk mencetak guru Ilmu Alam/Ilmu Pasti

c)        Bagian "c" untuk mencetak guru agama

d)       Bagian "d" untuk mencetak guru pendidikan agama.

b.   Perkembangan Perguruan Tinggi Islam

Perguruan Tinggi Islam khusus terdiri dari fakultas-fakultas keagamaan mulai mendapat perhatian pada tahun 1950. Pada tanggal 12 Agustus 1950, fakultas agama UII dipisahkan dan diambil alih oleh pemerintah. Pada tanggal 26 September 1951 secara resmi dibuka perguruan tinggi baru dengan nama PTAIN ( Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri) dibawah pengawasan Kementerian Agama. Pada tahun 1957, di Jakarta didirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA). Akademi ini bertujuan sebagai sekolah latihan bagi para pejabat yang berdinas di pemerintahan ( Kementerian Agama) dan untuk pengajaran agama di sekolah. Pada tahun 1960 PTAIN dan ADIA disatukan menjadi IAIN.

c.    Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum

Peraturan resmi pertama tentang pendidikan agama di sekolah umum, dicantumkan dalam Undang-Undang Pendidikan tahun 1950 No. 4 dan Undang-Undang Pendidikan tahun 1954 No. 20, (tahun 1950 hanya berlaku untuk Republik Indonesia Serikat di Yogyakarta).

Sebelumnya ada ketetapan bersama Departemen PKK dan Departemen Agama yang dikeluarkan pada 20 Januari Tahun 1951. Ketetapan itu menegaskan bahwa:

1)   Pendidikan agama diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat selama 2 jam per minggu. Di lingkungan istimewa, pendidikan agama dapat di mulai dari kelas 1 dan jam pelajarannya boleh ditambah sesuai kebutuhan, tetapi catatan bahwa mutu pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya diberikan mulai kelas IV.

2)   Di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan Tingkat Atas (umum dan kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.

3)   Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid sebanyak 10 orang dalam 1 kelas dan mendapat izin dari orang tua dan walinya.

4)   Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.

d.   Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren

Pondok Pesantren sebagai bagian dari sistem pendidikan Nasional, keberadaan pondok pesantren sebelum Indonesia merdeka diperhitungkan oleh bangsa-bangsa yang pernah menjajah Indonesia.

Pada masa kolonialisme dari Pondok Pesantren lahirlah tokoh-tokoh nasional yang tangguh yang menjadi pelopor pergerakan kemerdekaan Indonesia, seperti KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Zaenal Mustopa dll. Maka dapat dikatakan bahwa masa itu Pondok Pesantren memberikan kontribusi yang besar bagi terbentunya republik ini. Bila dianalisis lebih jauh kenapa dari lembaga pendidikan yang sangat sederhana ini muncul tokoh-tokoh nasional yang mampu menggerakan rakyat untuk melawan penjajah, jawabannya karena figur Kiyai sebagai Pimpinan pondok pesantren sangat dihormati dan disegani, baik oleh komunitas pesantren (santri) maupun masyarakat sekitar pondok, mereka meyakini bahwa apa yang diucapkan kiyai adalah wahyu Tuhan yang mengandung nilai-nilai kebenaran hakiki ( Ilahiyyah).

Pada masa pasca kemerdekaan, Pondok Pesantren perkembangannya mengalami pasang surut dalam mengemban misinya sebagai pencetak generasi kaum muslimin yang mumpuni dalam bidang Agama (tafaqquh fiddien). Pada masa priode transisi antara tahun 1950 - 1965 Pondok Pesantren mengalami fase stagnasi, dimana Kyai yang disimbolkan sebagai figur yang ditokohkan oleh seluruh elemen masyarakat Islam, terjebak pada percaturan politik praktis, yang ditandai dengan bermunculannya partai politik bernuasa Islami peserta PEMILU pertama tahun 1955, contohnya dengan lahirnya Partai Politik NU yang mewaliki warga Nahdiyyin, Partai Politik NU tersebut dapat dikatakan merepresentasikan dunia Pondok Pesantren. Hal ini dikarenakan sebagian besar pengurus dari parpol tersebut adalah Kiyai yang mempunyai Pondok Pesantren.

Pembinaan pendidikan agama setelah kemerdekaan Indonesia, pemerintah secara formal intitusional memberikan kepercayaan kepada Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Oleh karena itu, dikeluarkanlah peraturan bersama antara kedua departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di sekolah- sekolah umum baik negeri maupun swasta. Dalam undang-undang No. 12 tahun 1950 itu juga terdapat pasal yang mengupas tentang pendidikan dan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri. Pasal ini terdapat pada Bab XII pasal 20 yang berbunyai :

1)        Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran Agama. Orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.

2)   Cara menyelenggarakan pelajaran yang ditetapkan oleh mentri pendidikan, pengajaran dan kebudayaan bersama-sama dengan mentri agama.

Kemudian beberapa tahun berikutnya ditanda tangani kembali peraturan bersama mentri PP 2k dan menteri agama nomor : 1432/kat. Tanggal 20 Januari 1951 (mentri pendidikan), Nomor : K/I/652 tanggal 20 Januari 1951 (agama), diatur peraturan pendidikan agama di sekolah-sekolah, yaitu :

“Di tiap-tiap sekolah rendah dan sekolah lanjutan (umum dan  kejuruan) diberi pendidikan agama”.

a)     Di sekolah-sekolah rendah pendidikan agama dimulai pada   kelas IV banyaknya 2 jam dalam satu minggu

b)     Di lingkungan yang istimewa, pendidikan agama dapat dimulai pada kelas I dan jamnya dapat ditambah menurut kebutuhan, tetapi tidak melebihi 4 jam seminggu, dengan ketentuan bahwa mutu pengetahuan umum bagi sekolah-sekolah rendah itu tidak boleh dikurangi dibandingkan sekolah-sekolah rendah dilain lingkungan.

“Di sekolah-sekolah lanjutan tingkat pertama dan tingaktan atas, baik sekolah-sekolah umum maupun sekolah-sekolah kejuruan, diberi pendidikan agama 2 jam dalam tiap minggu”.

a)         Pendidikan agama diberikan menurut agama murid masing-masing

b)    Pendidikan agama baru diberikan pada satu kelas yang mempunyai murid sekurang-kurangnya 10 orang yang menganut satu macam agama.

c)        Murid dalam satu kelas yang menganut agama lain dari agama yang sedang diajarkan pada satu waktu boleh meninggalkan kelasnya selama pelajaran berlangsung.

Dalam bidang kurikulum pendidikan agama diusahakan penyempurnaan-penyempurnaan  untuk itu dibentuk suatu kepanitiaan yang dipimpin K.H Imam Zarkasi dari Pondok Gontor Ponorogo. Kurikulum tersebut disahkan oleh Menteri Agama pada tahun 1952. Pada bulan desember 1960 saat sidang Pleno MPRS, diputuskan sebagai berikut : melaksanakan Manipol Usdek dibidang mental/agama kebudayaan dengan syarat spiritual dan material agar setiap warga Negara dapat mengembangkan kepribadiannya dan kebangsaan Indonesia, serta menolak pengaruh-pengaruh buruk kebudayaan asing (Bab II pasal 2 ayat I).

Dalam ayat 3 dan pasal tersebut dinyatakan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran disekolah-sekolah umum, mulai sekolah rendah (dasar sampai universitas), dengan pengertian bahwa murid berhak ikut serta dalam pendidikan agama jika wali murid atau murid dewasa menyatakan keberatannya.

Setelah Indonesia merdeka dan mempunyai Departemen Agama, maka secara instansional Departemen Agama diserahi kewajiban dan bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan pendidikan agama dalam lembaga-lembaga tersebut. Lembaga pendidikan agama Islam ada yang berstatus negeri dan ada yang berstatus swasta.

Orde baru adalah masa pemerintahan di Indonesia sejak 11 Maret 1966 hingga terjadinya peralihan kepresidenan, dari presiden Soeharto ke presiden Habibi pada 21 Mei 1998. Peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru membawa konsekuensi perubahan strategi politik dan kebijakan pendidikan nasional. Pada dasarnya Orde Baru adalah suatu korelasi total terhadap Orde Lama yang didominasi oleh PKI dan dianggap telah menyelewengkan pancasila.

Orde Baru memberikan corak baru bagi kebijakan pendidikan agama islam, karena beralihnya pengaruh komunisme ke arah pemurnian pancasila melalui rencana pembangunan Nasional berkelanjutan. Terjadilah pergeseran kebijakan, dari murid berhak tidak ikut serta dalam pelajaran agama apabila mereka menyatakan keberatannya, menjadi semua murid wajib mengikuti pendidkan agama mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Sejak ditumpasnya peritiwa G. 30 S/PKI pada tanggal 1 Oktoger 1965. Bangsa Indonesia telah memasuki fase baru yang diberi nama orde baru. orde baru adalah:

a.     Sikap mental yang positif untuk menghentikan dan mengoreksi segala penyelewengan terhadap pancasila dan UUD 1945.

b.        Memperjuangkan adanya suatu masyarakat yang adil dan makmur, baik material maupun spiritual melalui pembangungan.

c.         Sikap mental mengabdi kepada kepentingan rakyat dan melaksanakan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Dengan demikian, orde baru bukanlah merupakan golongan tertentu, sebab orde baru bukan berupa pengelompokan fisik. Perubahan orde lama (sebelum 30 September 1965) menjadi orde baru berlangsung melalui kerja sama erat antara pihak ABRI atau Tentara dan Gerakan-Gerakan Pemuda, yang disebut Angkatan 1966.

2.    Keberadaan Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru

Kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks madrasah di Indonesia bersifat positif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980-an sampai dengan 1990-an. Pada masa pemerintahan Orde Baru, lembaga pendidikan madrasah dikembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan.

Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi melalui Tap MPR No. XXII/MPRS/1966 tentang Agama. Pendidikan dan kebudayaan ketetapan ini memuat tujuh pasal yang diantaranya sebagai berikut:

a.    Mengubah diktum ketetapan MPRS No II/MPRS/1960 Bab II pasal 2 ayat (3) dengan menghapus kata “……dengan pengertian bahwa murid-murid dewasa menyatakan keberatannya……….” Sehingga kalimatnya berbunyai sebagai berikut : “menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas negeri” (pasal I)

b.        Dasar pendidikan adalah falsafah Negara pancasila (pasal 2)

c.        Tujuan pendidikan adalah membentuk manusia pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukaan undang-undang dasar 1945 dan isi UUD 1945

d.        Untuk mencapai dasar dan tujuan tersebut, isi pendidikan adalah sebagai berikut :

1)   Mempertinggi mental, moral, budi pekerti, dan memperkuat keyakinan beragama

2)   Mempertinggi kecerdasan-kecerdasan dan keterampilan

3)   Membina dan mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.

Dengan demikian sejak tahun 1966, pendidikan agama menjadi hak wajib mulai dari sekolah dasar sampai pemerintah dan rakyat guna membangun manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan tekad dan semangat tersebut, kehidupan beragama dan pendidikan agama khususnya, semakin memperoleh tempat yang kuat dalam struktur organisasi pemerintahan dan dalam masyarakat pada umumnya.

Sebagaimana perkembangan orde lama, perkembangan pada orde baru juga dapat dibagi dalam :

a)   Perkembangan dan Pembinaan Madrasah

1.    Penegerian Madrasah Swasta

Pada tahun 1967 terbuka kesempatan untuk menegerikan madrasah swasta untuk semua tingkatan, Madrasah Ibtidayah Negeri (MIN), Madrasah Tsanawiyah Islam Negeri (MTsIN) dan Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN). Namun ketentuan itu hanya berlangsung 3 tahun, dan dengan alasan pembiayaan dan fasilitas yang sangat terbatas, maka keluarnya Keputusan Menteri Agama No. 213 tahun 1970 tidak ada lagi penegerian bagi madrasah madrasah swasta. Namun kebijakan tersebut tidak berlangsung lama, memasuki tahun 2000 kebijakan penegerian dimunculkan kembali.

2.    Kesejajaran Madrasah dan Sekolah Umum

Lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri No. 6 tahun 1975 dan No. 037/U/1975 antara Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri, tentang Peningkatan Mutu Pendidiikan pada Madrasah. SKB ini muncul dilatar belakangi bahwa setiap waganegara Indonesia berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pengajaran yang sama, sehingga lulusan madrasah yang ingin melanjutkan, diperkenankan melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang setingkat di atasnya. Dan bagi siswa madrasah yang ingin pindah sekolah dapat pindah ke sekolah umum setingkat. Ketentuan ini berlaku mulai dari tingkat sekolah dasar sampai ke tingkat perguruan tinggi.

Lahirnya MAPK ditandai dengan dilatarbelakangi akan kebutuhan tenaga ahli di bidang agama Islam ("ulama") dimasa mendatang sesuai dengan tuntutan pembangunan nasional, maka dilakukan usaha peningkatan mutu pendidikan pada Madrasah Aliyah. Lebih lanjut dibentuklah Madrasah Aliyah Pilihan Ilmu-Ilmu Agama (MAPK) dengan berdasarkan persyaratan-persyaratan yang ditentukan. Kekhususan MAPK ini adalah komposisi kurikulum 65 studi agama dan 35 pendidikan dasar umum. Sasarannya adalah penyiapan lulusan yang mampu menguasai ilmu-ilmu agama yang nantinya menjadi dasar lulusan untuk terus melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi bidang keagamaan dan akhirnya menjadi calon ulama yang baik. Selanjutnya MAPK berganti nama menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK). Namun lebih lanjut program ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah sehingga nasibnya sampai hari ini belum jelas keberadaannya.

b)   Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren

Perkembangan pendidikan Pondok Pesantren pada periode Orde Baru, seakan tenggelam eksistensinya karena seiring dengan kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada kepentingan ummat Islam.

Setitik harapan timbul untuk nasib umat Islam setelah terjadinya era reformasi, pondok pesantren mulai berbenah diri lagi dan mendapatkan tempat lagi dikalangan pergaulan nasional. Salah satunya adalah pendidikan Pondok Pesantren diakui oleh pemerintah menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional yang termaktub dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pondok pesantren tidak lagi dipandang sebagai lembaga pendidikan tradisional yang illegal, namun pesantren diakui oleh pemerintah sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai kesetaraan dalam hak dan kewajibannya dengan lembaga pendidikan formal lainnya.

c.    Perguruan Tinggi Agama Islam

IAIN sebagai salah satu bagian dari PTAI, merupakan bagian dari salah satu sistem pendidikan Islam yang ada di Indonesia. IAIN di dirikan pada awal tahun 1960 sebagai suatu respon atas kebutuhan pemerintah akan tenaga pendidik yang ahli di bidang ilmu-ilmu keislaman, untuk mengembangkan sistem pendidikan madrasah. Akhirnya dalam perkembangan nya IAIN jumlahnya semakin bertambah dan berkembang.

Perkembangannya sejak masa orde baru bukan saja pada aspek fisiknya tetapi juga pada aspek tenaga pendidik atau dosennya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Sejalan dengan kebutuhan masyarakat Islam akan Ilmu dan pengetahuan serta teknologi peran perguruan tinggi agama Islam semakin bertambah, oleh karenan itu beberapa tahun ini beberapa IAIN telah berkembang menjadi universitas Islam. Dimana dalam pelayanannya, selain memberi pendidikan bidang studi keagamaan juga memberikan pelayanan pendidikan umum. Saat ini Perguruan Tinggi Agama Islam telah tersedia 15 IAIN, 6 UIN dan 31 STAIN.

3.    Keberhasilan-keberhasilan Pendidikan pada Masa Orde Baru

Masa Orde Baru ini mencatat banyak keberhasilan, diantaranya adalah:

a.   Pemerintah memberlakukan pendidikan agama dari tingkat SD hingga universitas (TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966), madrasah mendapat perlakuan dan status yang sejajar dengan sekolah umum, pesantren mendapat perhatian melalui subsidi dan pembinaan, berdirinya MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1975, pelarangan SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) mulai tahun 1993 setelah berjalan sejak awal tahun 1980-an.

b.   Pemerintah juga pada akhirnya member izin pada pelajar muslimah untuk memakai rok panjang dan busana jilbab di sekolah-sekolah Negeri sebagai ganti seragam sekolah yang biasanya rok pendek dan kepala terbuka.

c.   Terbentuknya UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama, Komplikasi Hukum Islam (KHI), dukungan pemerintah terhadap pendirian Bank Islam, Bank Muamalat Islam, yang telah lama diusulkan, lalu diteruskan dengan pendirian BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan Sodaqoh) yang idenya muncul sejak 1968, berdirinya Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pemberlakuan label halal atau haram oleh MUI bagi produk makanan dan minuman pada kemasannya, terutama bagi jenis olahan.

Selanjutnya pemerintah juga memfasilitasi penyebaran da’i ke daerah terpencil dan lahan transmigrasi, mengadakan MTQ (Musabaqoh Tilawatil Qur’an), peringatan hari besar islam di Masjid Istiqlal, mencetak dan mengedarkan mushaf Al-qur’an dan buku-buku agama islam yang kemudian diberikan ke masjid atau perpustakaan Islam, terpusatnya jama’ah haji di asrama haji, berdirinya MAN PK (Program Khusus) mulai tahun 1986, dan pendidikan pascasarjana untuk Dosen IAIN baik ke dalam maupun luar negeri, merupakan kebijakan lainnya. Khusus mengenai kebijakan ini, Departemen Agama telah membuka program pascasarjana IAIN sejak 1983 dan join cooperation dengan Negara-negara Barat untuk studi lanjut jenjang Magister maupun Doktor.

Selain itu, penayangan pelajaran Bahasa Arab di TVRI dilakukan sejak 1990, dan sebagainya. Akibat semua kebijakan tersebut, pembangunan bidang agama islam yang dilaksanakan Orde Baru mempercepat peningkatan jumlah umat islam terdidik dan kelas menengah muslim perkotaan.

4.      Jenis-Jenis Pendidikan Serta Pengajaran Islam

Jenis-jenis pendidikan islam pada masa Orde Baru. adalah sebagai berikut:

a.  Pesantren klasik, semacam sekolah swasta keagamaan yang menyediakan asrama, yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah.

b.  Madrasah diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun.

c.    Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern, yang bersamaan dengan pengajaran agama juga diberikan pelajaran-pelajaran umum.

d.    Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu sekolah dasar negeri enam tahun, di mana perbandingan umum kira-kira 1:2.

e.   Suatu percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus selama 2 tahun, yang memberikan latihan ketrampilan sederhana.

f.     Pendidikan teologi agama tertinggi. Pada tingkat universitas diberikan sejak tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian / dua fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta.

Dalam sidang-sidang MPR yang menyusun GBHN sejak tahun 1973 hingga sekarang selalu ditegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah negeri dalam semua jenjang pendidikan, bahkan pendidikan agama sudah di kembangkan sejak Taman Kanak-kanak (Bab V pasal 9 ayat I PP nomor 27 tahun 1990 dalam UU nomor 2 tahun 1989)

Pendidikan Islam menempati kedudukan yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan manusia seutuhnya. Hal ini mudah dimengerti karena bangsa Indonesia yang beragama tidak dapat melepaskan agamanya dari setiap aktivitas pendidikan yang dilakukannya. Secara komprehensip agama bagi bangsa Indonesia adalah “Generator” pembangkit listrik bagi pengisian aspirasi dan inspirasi bangsa. Agama juga merupakan alat pengembangan dan pengendalian bagi bangsa Indonesia yang sedang giat melaksanakan pembangunan disegala sektor-sektor

5. Organisasi Keagamaan dan Peranannya dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia.

Peran Muhammadiyah dalam penyelenggaraan pendidikan Islam diantaranya Muhammadiyah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan mulai dari TK sampai perguruan tinggi. Data tahun 1985 Muhammadiyah sudah memiliki 12400 lembaga pendidikan yang terdiri dari 37 perguruan tinggi dan sisanya adalah TJ sampai SLTA. Tahun 1990 jumlah perguruan tinggi Muhammadiyah bertambah menjadi 78 buah. Dengan system pendidikan yang dipilih oleh Muhammadiyah adalah pendidikan integrative menggabungkan kurikulum sekolah pemerintah dengan kuriklum madrasah.

Peran Nahdatul Ulama’ dalam penyelenggaraan pendidikan Islam, dengan mendirikan madrasah dan sekolah NU dengan memilki karakter yang khusus, yaitu karakter masyarakat dan selalu bersatu dengan masyarakat oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Meminjam istilah Kyai Tolchah Hasan, “tidak banyak yang mau mewakafkan diri untuk pendidikan”, katanya didalam kesempatan Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Asosiasi Perguruan Tinggi NU (APTINU) di Jakarta pada pertengahan Oktober 2009. Dari 73 perguruan tinggi NU yang berada dibawah APTINU, diharapkan bisa meningkatkan kiprah NU di bidang pendidikan.

c.    Persis (Persatuan Islam) 

f.     Ahlussunnah wal Jamaah 

Dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk tercapainya cita-cita tersebut maka pemerintah dan rakyat Indonesia berusaha membangun dan mengembangkan pendidikan semaksimal mungkin. Meskipun Indonesia baru memproklamasikan kemerdekaannya dan sedang menghadapi revolusi fisik, pemerintah sudah berbenah diri, terutama memperhatikan masalah pendidikan yang dianggap cukup vital dan menentukan, untuk itu dibentuklah kementrian-kementrian, pengajaran dan kebudayaan, dan kementrian tersebut maka diadakanlah berbagai usaha terutama mengubah sistem pendidikan dan menyesuaikannya dengan keadaan yang baru.

Pendidikan Islam menempati kedudukan yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan manusia seutuhnya. Hal ini mudah dimengerti karena bangsa Indonesia yang beragama tidak dapat melepaskan agamanya dari setiap aktivitas pendidikan yang dilakukannya. Secara komprehensip agama bagi bangsa Indonesia adalah “Generator” pembangkit listrik bagi pengisian aspirasi dan inspirasi bangsa. Agama juga merupakan alat pengembangan dan pengendalian bagi bangsa Indonesia yang sedang giat melaksanakan pembangunan disegala sektor-sektor.

Untuk mengembangkan pendidikan Islam harus mempunyai lembaga-lembaga pendidikan, sehingga menjadi “lahan subur” tempat persemaian generasi baru, sehingga pendidikan Islam harus mampu memberikan ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupannya

Arifin. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Daulay, Haidar Putra. (2007). Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Hasbullah. (1999). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo.

Handout. (2010). Perkembangan Pendidikan Islam Masa Orde Lama dan Baru. Surakarta: UMS

Mustafa. (1999). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.

Nata, Abuddin. (2003). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa.

Nizar, Samsul. (2011). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sunanto, Musrifah. (2005). Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Universitan Pendidikan Indonesia. (2007). Landasan Pendidikan. Bandung.

Wahab, Rochidin. (2004). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Yatim, Badri. (2008). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Zainuddin Maliki. (2004). Agama Priyayi, Makna di tangan Elite Penguasa, Yogyakarta: Pustaka Marwa.

Zuhairini. (1997). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.